Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ari Junaedi mengungkap skenario Istana di balik pengerahan massa aparat desa mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hal ini terkait sinyal dukungan dari sejumlah organisasi perangkat desa yang tergabung dalam 'Desa Bersatu' untuk pasangan Prabowo-Gibran.
Ari mengatakan dukung mendukung terhadap pasangan capres dan cawapres memang sah-sah saja dilakukan sepanjang tidak melanggar aturan.
"Penggalangan kepala desa dan perangkat yang dinaungi berbagai organisasi tersebut secara kasat mata adalah hasil konsolidasi yang terskenariokan baik oleh Istana maupun oleh segelintir politisi yang berkedok sebagai perangkat desa," kata Ari kepada Tribunnews.com, Selasa (21/11/2023).
Organisasi perangkat desa ini dinaungi Desa Bersatu yang terdiri dari APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia), PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia), dan ABPEDNAS (Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional).
Kemudian, AKSI (Asosiasi Kepala Desa Indonesia), KOMPAKDESI (Komunitas Purnabakti Kepala Desa Seluruh Indonesia), PABPDSI (Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia), PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia), dan Persatuan Masyarakat Desa Nusantara.
Menurut Ari, antara Istana dan organisasi perangkat desa sama-sama memiliki kepentingan.
"Pihak Istana berkepentingan ada orkestrasi dukungan untuk Prabowo-Gibran, sementara perangkat desa butuh akomodasi dan logistik," ujarnya.
Sebab, para perangkat dan kepala desa meminta agar anggaran dana desa ke depannya menjadi Rp 5 milliar per tahun.
Ari menjelaskan meksipun tidak ada deklarasi dukungan, namun acara bertajuk 'Silaturahmi Nasional Desa 2023' tersebut adalah sokongan resmi untuk Prabowo-Gibran.
"Saya tidak bisa membayangkan ada pasangan calon yang demikian ngebet tanpa melihat dampak ke depannya terutama terhadap beban APBN," ucapnya.
Karenanya, di meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu bersikap adil terhadap semua pasangan calon (paslon).
Catatan: Tribunnews.com sudah menghubungi Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Wandy Tuturoong untuk mengkonfirmasi keterlibatan Istana dalam pengerahan aparat desa ini. Namun, hingga kini belum mendapatkan jawaban.
TKN Bantah Ada Deklarasi
Sementara, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budisatrio Djiwandono mengatakan kehadiran Gibran dalam acara tersebut sepenuhnya untuk menyerap aspirasi.
“Dari sisi TKN Prabowo-Gibran, agenda ini murni merupakan kegiatan menyerap aspirasi, yang minggu lalu dilakukan oleh organisasi-organisasi desa," ucap Budisatrio.
Budisatrio menjelaskan dalam acara tersebut tidak ada kegiatan dukungan politik secara praktis, apalagi kampanye.
Namun, keponakan Prabowo ini menilai wajar saja ada kritikan terhadap acara silaturahmi tersebut.
"Silakan dilaporkan kepada pihak yang berwenang, seperti Bawaslu. Dari sisi Prabowo-Gibran, kami tunduk pada setiap proses hukum," tegas Budisatrio.
Budisatrio pun memastikan pasangan Prabowo-Gibran sesuai dengan visi-misinya aka membangun Indonesia dari desa.
Silahturahmi Nasional Perangkat Desa
Sebelumnya, Koordinator Nasional Desa Bersatu, Muhammad Asri Anas mengklaim pasangan Prabowo-Gibran bisa memenuhi aspirasi kesejahteraan perangkat desa.
Anas berharap pasangan Prabowo-Gibran bisa mengakomodir beberapa aspirasi dari perangkat desa.
"Pertama adalah reformasi tata kelola desa, kemudian kedua dana desa Rp 5 miliar bersifat afirmatif," kata Anas ditemui di Arena GBK, Jakarta Pusat, Minggu.
Anas meminta perlunya evaluasi pendamping desa hingga perbaikan kesejahteraan perangkat desa dan seluruh instrumen organisasi yang ikut mendukung pemerintah.
Menurutnya, pasangan Prabowo-Gibran bisa memenuhi harapan tersebut.
"Buat kami, tidak terlalu peduli dengan janji-janji capres, kami lebih peduli pada siapa yang mau peduli dengan desa," ucapnya.
Terkait Prabowo-Gibran diundang dalam acara tersebut, Anas menjelaskan pihaknya tidak melakukan deklarasi.
"Sebenarnya gini, kalau kita organisasi penggerak desa kan juga ada batasannya misalnya ada regulasi UU Nomor 6, UU Nomor 7. Ada sesuatu di mana kita tidak bisa menyebut deklarasi," ungkapnya.