Tanggapan Perludem
Sementara itu Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, menilai temuan survei Indopol turut tercermin terhadap Pemilu 2024.
"Kalau boleh disimpulkan, Pemilu 2024 mengalami kemunduran kepastian hukum yang sangat besar," ungkap Titi.
"Jadi kalau Pemilu yang demokratis secara sederhana dimaknai kepastian prosedur, tapi ketidakpastian hasil, bahkan di 2024 ini, kita tidak bisa memastikan prosedur dengan tepat," imbuhnya.
Ia mencontohkan putusan MK 90 yang diputuskan pada 16 Oktober 2023, alias tiga hari sebelum pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden.
"Kan terlalu bersandiwara ketika KPU baru menetapkan peraturan KPU perubahan sebagai konsekuensi putusan MK 90, pada 3 November."
"Jadi tertib hukum seperti apa yang kita tawarkan di tengah proses pemilu yang mestinya menjamin kepastian prosedur," urai Titi.
Menurut Titi, MK terbawa pada politik praktis.
"Ketika MK memutuskan perkara 90, sulit tidak mengatakan bahwa ada intensi politik praktis yang sangat kuat di sana."
"Tahapan-tahapan dan kalender pemilu itu nampaknya diabaikan dan diterobos oleh MK secara sengaja, karena dia secara spesifik menyebut di situ, intensinya memberlakukan untuk 2024," tegasnya.
Bagaimana hasil survei lainnya?
Penurunan tingkat kepuasan kinerja pemerintahan Presiden Jokowi juga tertangkap pada survei Indikator Politik Indonesia.
Hasil survei Indikator Politik yang dilakukan pada 27 Oktober sampai 1 November 2023 menunjukkan 75,8 persen responden puas dengan kinerja Jokowi.
"Mayoritas warga cukup atau sangat puas dengan kinerja Joko Widodo sebagai presiden 75,8 persen," papar Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dalam rilis surveinya, Minggu (12/11/2023).