TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Capres nomor urut dua Prabowo Subianto menyatakan dirinya tidak takut jika tidak memiliki jabatan. Hal itu diungkapkannya menanggapi tuduhan capres Anies Baswedan mengenai apa yang disebutnya 'ordal' (orang dalam).
"Saya tidak takut tidak punya jabatan, Mas. Saya sudah siap mati untuk negara ini," kata Prabowo menjawab Anies saat debat capres di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12) malam.
Prabowo melanjutkan, dalam proses demokrasi, rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi negara. Sejalan dengan itu, rakyatlah yang memutuskan siapa pemimpin yang pantas untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik.
"Dalam demokrasi, kekuasaan tertinggi ada di rakyat. Hakim yang tertinggi adalah rakyat.
Tanggal 14 Februari, rakyat yang ambil keputusan. Kalau kami tidak bener, rakyat yang akan menghukum," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa dunia politik memang terdiri dari berbagai perspektif. Lalu, masalah yang dianggap pelanggaran etika sudah diselesaikan dengan tindakan yang semestinya oleh pihak berwenang.
"Perkembangan politik itu ada beberapa segi perspektif. Tim saya, para pakar hukum yang mendampingi saya, menyampaikan bahwa dari segi hukum tidak ada masalah," imbuhnya.
"Masalah yang dianggap pelanggaran etika sudah diambil tindakan dan keputusan waktu itu oleh pihak yang diberi wewenang," kata Prabowo.
Baca juga: Sikap Politik Anies Soal Proyek IKN: Kalau Jakarta Bermasalah, Selesaikan, Bukan Malah Ditinggalkan
Sebelumnya, Anies melontarkan pertanyaan terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan kandidat capres-cawapres di bawah usia 40 tahun dan menyinggung fenomena 'ordal'.
"Fenomena ordal ini menyebalkan, mau ikut kesebelasan ordal, jadi guru, ordal, tiket konser, ordal. Ini yang membuat meritokratik tidak berjalan, etika luntur," kata Anies dalam segmen 4 sesi tanya jawab antar kandidat Debat Capres di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat (12/12/2023).
Baca juga: Ganjar Cecar Prabowo Soal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Jika Jadi Presiden
Menurut Anies, ketika ordal terjadi di proses paling puncak, maka rakyat kebanyakan.
"Saya merasakan, beberapa guru komentar, pengangkatan guru membutuhkan ordal, wong di Jakarta ordal, kenapa kita gak pake ordal? tatanan demokrasi ini menjadi rusak," ujarnya.
Fenomena ordal ini disampaikan Anies ketika merespon jawaban calon presiden 02 Prabowo Subianto tentang putusan MK yang membolehkan umur calon presiden dan calon wakil di bawah usia 40 tahun.
Namun keputusan tersebut dianggap melanggar etika karena menguntungkan salah satu paslon cawapres yang usianya belum cukup 40 tahun yaitu Gibran Rakabuming Raka, anak Presiden Jokowi dan ponakan Ketua MK, dan kini Gibran menjadi pasangan Prabowo Subianto pada Pilpres kali ini.
Baca juga: Prabowo Keberatan Ditanya Ganjar Soal Kasus Penculikan Mahasiswa 98: Masalah HAM Jangan Dipolitisasi
Dalam kesempatan ini, Anies Baswedan juga mengomentari soal minimnya kepercayaan publik yang terhadap partai politik di Indonesia.
"Rakyat tidak percaya kepada proses demokrasi yang sekarang terjadi, itu jauh lebih luas dari partai politik," kata Anies.
Menurutnya, dalam berbicara soal demokrasi ada tiga hal yang perlu disorot yakni adanya kebebasan dalam berbicara, adanya pihak opsisi yang bebas mengkritik sehingga bisa menyeimbangkan pemerintah dan adanya proses Pemilu dan Pilpres yang netral, transparan, jujur dan adil.
"Kalau kita saksikan dua hal ini mengalami masalah. Kita menyaksikan bagaimana kebebasan berbicara menurun, termasuk mengkritik partai politik," tukasnya.
Dirinya turut menyorot turunnya angka intensitas demokrasi di Indonesia saat ini. "Bahkan pasal-pasal yang memberikan kewenangan untuk digunakan kepada pengkritik seperti UU ITE, atau pasal 14-15 UU nomor 1 tahun 1946, itu semua membuat kebebasan berbicara jadi terganggu," tuturnya.
Anies juga berkata bahwa minimnya adanya pihak oposisi membuat demokrasi di Indonesia semakin merosot.
"Sekarang ujiannya adalah besok. Bisakah Pemilu diselenggarakan dengan netral, jujur dan adil, ini ujian ketiga. Jadi persoalan demokrasi kita lebih luas dari segala persoalan terhadap partai politik," ujar Anies.
Anies menegaskan perlunya peran negara untuk membantu partai politik mengembalikan kepercayaan untuk negara.
"Salah satu masalah mendasar, partai politik ini memerlukan biaya dan biaya politik selama ini tidak pernah diperhatikan di dalan proses politik. Sudah saatnya pembiayaan politik itu dihitung dengan benar. Ada transparansi sehingga rakyat melihat bahwa ini institusi yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi perlu reform pembiayaan politik oleh partai politik," tutupnya.