"Di situ Pak Fadli Zon menyampaikan bahwa mereka lebih senang kalau ini diungkap secara terbuka. Mengapa tidak dilakukan dari awal. Jadi sebetulnya, benar yang dibilang oleh Cak Munir dalam wawancara itu juga. Pak Prabowo berkepentingan kalau ini dari sejak awal diselesaikan. Sehingga jelas. Tapi kan yang menyelesaikan kan bukan yang bersangkutan. Ada mekanisme proses hukum," sambung dia.
Baca juga: Ini Daftar 13 Aktivis Korban Penculikan 1998 yang Diungkit Ganjar ke Prabowo saat Debat Pilpres
Munafrizal, kemudian mengungkapkan penafsirannya atas pernyataan Munir lainnya dalam wawancara tersebut.
"Cak Munir mengatakan apa yang menimpa Pak Prabowo itu, dijadikan sebagai alat politik dan komoditas politik untuk menghantam beliau. Itu kalimatnya seperti itu. Dan memang yang terjadi kemudian sampai sekarang itu," kata dia.
Akan tetapi, lanjut dia, kasus tersebut menghadapi kompleksitas terhadap masalah dan dalam perjalanannya menghadapi komplikasi hukum.
Sehingga, kata Munafrizal, kasus tersebut menjadi seperti labirin.
"Mengapa disebut tendensius? Tidak ada keputusan hukum, kesimpulan hukum, tetapi seolah-olah narasi yang dibuat sudah pasti bersalah dan harus bersalah. Itu sendiri sudah tidak adil. Padahal asas praduga tidak bersalah itu menjadi bagian dari hak asasi manusia," kata dia.
M Choirul Anam dari Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang hadir dalam diskusi tersebut memandang ada satu persoalan yang serius.
Menurutnya, Prabowo juga punya kepentingan soal kepastian hukum terkait kasus tersebut.
Selain itu, kata dia, publik juga memiliki kepentingan soal kepastian hukum tersebut.
"Tidak cukup dengan komitmen kita akan selenggarakan pengadilan HAM maupun KKR," kata Anam.
"Untuk mengukur komitmen sebenarnya yang bisa jawab adalah Komnas HAM. Salah satu indikatornya sederhana kalau di Komnas HAM ini. Apa? Dicek. Kalau dipanggil Komnas HAM untuk penyelidikan pelanggaran HAM datang nggak? Kalau nggak datang ya berarti nggak komitmen," sambung dia.
Menurutnya, Komnas HAM perlu membuka sejarah ketika proses penyelidikan tersebut berlangsung.
"Kalau sampai dipanggil nggak datang berarti nggak komitmen. Kalau sekarang kampanye-kampanye komitmen itu berarti nggak benar," kata dia.
"Karena awalan ngomong soal pelanggaran HAM yang berat adalah komitmen mendatangi mekanisme di Komnas HAM, ketika dipanggil, biar masalahnya terang benderang," sambung dia.