"Dengan demikian tidak boleh ada suatu perubahan dalam metodologi karena mengukur perubahan-perubahan, metodenya berbeda, jelas ada perubahan. Itulah kenapa kita lakukan semacam longitudinal survei, tapi bukan panel survei," jelasnya.
Lebih lanjut, Bestian menyampaikan bahwa metode yang dilakukan dalam survei sama meski sampelnya berbeda.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat perubahan-perubahan yang terjadi.
Ketika terjadi perubahan konfigurasi politik makro, muncul kebimbangan dari orang-orang soal siapakah yang akan dipilih di Pilpres 2024 nanti.
Oleh sebab itu, tak mengherankan bahwa ada 28,7 persen yang belum menentukan pilihannya. Apakah memilih Prabowo-Gibran, Anies-Cak Imin, atau Ganjar-Mahfud.
"Jadi bukan sampelnya sama. Tidak. Tetapi dilakukan dengan cara dan metode yang sama walaupun orangnya berbeda dengan panel di situ."
"Dari situ kelihatan perubahan-perubahan dan menangkap ini yang membedakan justru."
"Kita bisa memahami ketika ada perubahan konfigurasi politik makronya, di situlah terjadi kebimbangan orang untuk menentukan siapa yang akan dipilih dibandingkan dengan beberapa katakanlah penyelenggaraan survei yang kita lakukan tidak menggunakan metode seperti ini. Tapi singkat kata inilah yang nama survei secara periodik," jelasnya.
Adapun, survei Litbang Kompas ini dilaksanakan pada 29 November-4 Desember 2023 dengan jumlah responden sebanyak 1.364.
Responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia.
Metode tersebut tersebut memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error kurang lebih 2,65 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Hasilnya sebagai berikut:
- Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka: 39,3 persen
- Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin: 16,7 persen
- Ganjar Pranowo-Mahfud MD: 15,3 persen