TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pendaftaraan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024 digelar pada Jumat (22/12/2023).
Terdapat empat aduan terhadap seluruh komisioner KPU RI terkait perkara ini. Keempat perkara tersebut diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (Perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B. (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES), Juhaidy Rizaldy, menyampaikan bahwa KPU RI menerima Pencalonan Prabowo-Gibran berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah sah dan mengikat.
Putusan MK sifatnya Erga Omnes dan Final and binding, semua masyarakat Indonesia harus mengikuti Putusan MK, bukan hanya pemerintah saja, karena sejak diucapkan itu final dan mengikat.
"KPU saat itu, telah mengeluarkan surat tertanggal 17 Oktober 2023 tentang tindak lanjut putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang disampaikan kepada para pimpinan partai politik untuk memedomani putusan MK tersebut. KPU dalam mengambil sikap sangatlah tegas, by rules, dan objektif. Masalah PKPU saat ini juga sudah disepakati dan telah diubah sesuai kesepakatan Komisi II DPR RI," jelas Rizaldy.
Baca juga: TKN Ungkap Alasan Gibran Bisa Kuasai Panggung Debat, Singgung Pengalaman Ekonomi dan Bisnis
Juhaidy juga menjelaskan bahwa permasalahan etik ini harus dipercamati dengan kacamata hukum tata negara yang khusus, karena karakteristik norma etik saat ini terjadi positivisasi layaknya norma hukum, dan kelembagaannya juga layaknya peradilan hukum pada umumnya.
"Sidang DKPP dan Putusannya nanti terhadap Anggota KPU terkait diterimanya pencalonan Gibran, tidak akan berpengaruhi pada legitimasi hukum Capres-Cawapres yang telah ditetapkan KPU, khususnya Gibran," jelas Rizaldy.
Juhaidy mengatakan layaknya Peradilan MKMK, yang tidak berwenang untuk membatalkan Putusan MK, sama dengan DKPP ini, (konsep peradilan etik), meskipun nantinya DKPP memutuskan Anggota KPU terhadap tindakannya pribadi bukan keputusanya secara kelembagaan dan hal itu prinsip dasarnya.
"DKPP berwenang untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik para penyelanggara Pemilu. Sehingga Putusan DKPP itu hanya mengikat bagi pribadi Penyelenggara KPU (dalam hal ini Anggota Komisioner KPU), bukan kepada Keputusan-Keputusan KPU secara kelembagaan," kata Rizaldy.
Tak hanya itu, jika dilihat saat ini, kedudukan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah dikuatkan dalam beberapa Putusan MK, khususnya dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023.
"Dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023, telah menerangkan bahwa Putusan MKMK tidak sedikit pun memberikan penilaian bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah cacat hukum, tetapi justru menegaskan bahwa putusan dimaksud berlaku secara hukum dan memiliki sifat final dan mengikat. sehingga posisi KPU sangat kuat dalam hal ini dan KPU sebagai organ konstitusi yang menjalankan kewenangannya," tutup Rizaldy. (*)