Padahal kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, dalam upaya memakzulkan seorang presiden ada landasan atau aturan yang harusnya terpenuhi.
Salah satunya kata dia, yakni jika seorang presiden melakukan tindak pidana atau melanggar hukum. Sementara kondisi itu tidak terjadi di pemerintahan Presiden Jokowi.
"Sebagaimana diatur Pasal 7A undang-undang 1945, seorang presiden bisa dimakzulkan karena melakukan perbuatan melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden, ini dua-duanya secara rinci tidak terpenuhi," kata dia.
Skenario penjegalan ketiga yang ditangkap oleh TKN Prabowo-Gibran dalam upaya penjegalan kata Habiburokhman yakni dengan penyebaran berita hoaks melalui selembaran koran.
Kata dia, dalam koran bernama Achtung tersebut, narasi yang dibangun hanyalah memfitnah kepribadian Prabowo Subianto.
Habiburokhman menaruh fokus pada koran ini, karena kata dia, dalam temuan pihaknya penyebaran surat kabar itu sudah terjadi di 20 kota di Indonesia.
"Contohnya adalah peredaran masif koran Achtung yang isinya memfitnah Pak Prabowo ya, ini koran ini luar biasa sekarang kami deteksi sudah beredar di setidaknya 20 kota besar seluruh Indonesia," beber dia.
Atas adanya kondisi itu, Habiburokhman menduga kalau upaya yang dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap elektabilitas Prabowo-Gibran.
Sebab kata dia, elektabilitas Prabowo-Gibran sejauh ini selalu berada di atas dua pasangan capres-cawapres lainnya, hingga beberapa hari jelang Pilpres ini.
"Motif penjegalan tersebut karena meroketnya elektabilitas Prabowo-Gibran yang bisa jadi membuat sebagian orang merasa frustasi dan tidak lagi percaya pada cara-cara demokratis untuk mengalahkan Prabowo-Gibran," tukas dia.