TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi Good Governance As'ad Nugroho menilai rezim Presiden Jokowi telah mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Hal itu tampak dari tidak berfungsinya DPR RI sebagai lembaga legislatif, dalam mengimbangi Pemerintah selaku eksekutif.
"Begitu juga di BUMN, governance nya buruk. Biasanya di BUMN ada assessment tata kelola, tapi entah mengapa, belakangan tidak ada lagi itu," papar As'ad dalam sebuah wawancara seperti dikutip Rabu (24/1/2024).
As'ad menilai, berbagai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, demokrasi serta penegakan hukum sudah diabaikan pemerintahan Jokowi.
Hal itu, sambung As'ad, disebabkan Presiden Jokowi tidak memiliki perhatian besar pada pentingnya tata kelola sejak periode pertama pemerintahannya.
"Bisa kita lihat dalam 100 hari pertama pemerintahannya, justru terjadi pelemahan KPK, yang menunjukkan lemahnya komitmen Presiden Jokowi pada pemberantasan korupsi. Padahal persoalan korupsi itu adalah akar dari buruknya tata kelola," ujarnya.
As'ad menuturkan, Jokowi juga gagal mencegah munculnya benturan kepentingan antara jabatannya dengan kepentingan keluarga maupun dirinya sendiri.
Seharusnya, kata As'ad, Jokowi mencegah keluarganya, orang-orang dekatnya maupun dirinya sendiri memanfaatkan jabatan Presiden yang diembannya, untuk kepentingan pribadi.
Dan itu menyebabkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tak bisa punah.
Padahal, menurut As'ad, tujuan dari gerakan reformasi 1998 adalah memberantas KKN.
Namun, Pemerintahan Jokowi sudah menunjukkan komitmen yang lemah dalam pemberantasan KKN bahkan sejak periode pertama pemerintahannya.
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Anies Pertanyakan Konsistensi, Kubu Ganjar Singgung Nepotisme
"Hal itu disebabkan Pak Jokowi tak ikut dalam gerakan reformasi, sehingga dia tidak bisa memahami bahwa musuh utama reformasi adalah KKN. Maka komitmen dia untuk memberantas KKN pun lemah," imbuh As'ad.