News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Koalisi Masyarakat Sipil Temukan 121 Kasus Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Pemilu 2024

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Imparsial Ghufron Mabruri saat memberikan materi dalam diskusi bersama koalisi masyarakat sipil di Jakarta, Minggu (11/2/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil mengungkap temuan adanya 121 kasus penyalahgunaan kekuasan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Pemantauan terhadap netralitas pejabat dan aparatur negara dalam Pemilu 2024 ini dilakukan sejak penetapan calon presiden dan calon wakil presiden (capres atau cawapres) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga masa kampanye, dari 13 November 2023 hingga 5 Februrari 2024.

Berdasarkan hasil pemantauan, koalisi masyarakat sipil menemukan adanya penggunaan sumber daya negara, mulai dari fasilitas, anggaran, kebijakan dan program untuk kepentingan kampanye dan pemenanganan kontestasi politik elektoral.

"Ditemukan 121 kasus dengan 31 kategori tindakan penyimpangan aparat negara di seluruh Indonesia. Dengan kata lain selama tiga bulan, terjadi rata-rata 40 kasus lebih setiap bulannya," kata Direktur Imparsial Ghufron Mabruri saat memberikan materi dalam diskusi bersama koalisi masyarakat sipil di Jakarta, Minggu (11/2/2023).

Baca juga: Polri Tegaskan Netral di Pemilu 2024 dan Minta Masyarakat Tak Sebar Hoax Jelang Pencoblosan

Secara kuantitatif, lanjut Gufron, jumlah tindakan jauh lebih tinggi dari jumlah kasus yang ada.

Tetapi kemudian dikelompokkan dalam 31 kategori mengacu pada tindakan yang terjadi.

Tujuh bentuk tindakan penyimpangan yang paling mendominasi antara lain 38 dukungan ASN terhadap capres/cawapres tertentu, 16 kampanye terselubung, 14 dukungan terhadap kandidat tertentu, 10 politisasi bantuan sosial (bansos), 9 dukungan pejabat terhadap kontestan tertentu, 8 penggunaan fasilitas negara, dan 5 tindakan intimidasi terselubung.

"Dalam pemantauan ini, sebagaimana dijelaskan dalam kerangka konseptual dan m etodologis, terdapat tiga jenis pelanggaran dalam kasus-kasus penyimpangan aparat negara, yaitu kecurangan pemilu, pelanggaran netralitas, dan pelanggaran profesionalitas," kata Gufron.

Baca juga: Sanksi Pelanggaran Masa Tenang Pemilu 2024, Pidana hingga Denda

Seluruh kasus penyimpangan aparat negara dalam periode pemantauan ini, terdiri dari kecurangan pemilu (60 tindakan), pelanggaran netralitas (54 tindakan), dan pelanggaran profesionalitas (7 tindakan).

"Meski dibedakan dari jenisnya, seluruh bentuk pelanggaran yang terjadi berdampak pada pelanggaran prinsip pemilu yang jurdil dan demokratis," katanya.

Adapun sebaran wilayah pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia dengan lima teratas, yakni DKI Jakarta merupakan provinsi dengan pelanggaran tertinggi (14 kasus) diikuti Jawa Barat (13 kasus), kemudian Jawa Tengah dan Banten (12 kasus), dan Jawa Timur (11 kasus).

Gufron lantas mengungkap kandidat paling diuntungkan berdasarkan penyalahgunaan kekuasan dalam Pemilu 2024 ini.

Yang dimaksud kandidat dalam pemantauan koalisi masyarakat sipil adalah kontestan dalam bentuk orang, seperti pasangan capres-cawapres, caleg DPR RI, caleg DPD RI, serta caleg DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di samping kategori orang, juga ada kontestan pemilu berupa partai politik.

"Siapa yang paling diuntungkan dari berbagai tindakan pelanggaran tersebut? Dalam 112 kasus yang menurut data menunjukkan keuntungan kandidat, 64 kasus di antaranya menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran. 18 kasus lainnya tidak spesifik, 15 menguntungkan caleg DPRD, 8 caleg DPR RI, dan 4 caleg DPD RI," ujar Gufron.

Gufron lalu membeberkan alasan mengapa paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, menjadi kontestan yang paling diuntungkan dengan berbagai tindakan pelanggaran yang ada, dan kenapa kontestan lain tidak.

Kata Gufron, dengan melihat struktur pelanggaran yang ada di mana tindakan-tindakan yang banyak menguntungkan Prabowo-Gibran dilakukan kepala negara, pejabat negara, hakim konstitusi, ASN, TNI hingga Polri, melahirkan kesimpulan adanya faktor struktural yang dominan.

"Terlebih lagi Prabowo-Gibran merupakan kandidat yang paling dekat afiliasinya dengan kekuasaan tertinggi negara yakni presiden dibanding dua pasangan lainnya. Data menunjukkan bahwa mesin birokrasi dan struktur negara sebagian besar digerakkan kepada Prabowo-Gibran," kata Gufron.

Dalam kategori pelaku, lanjut Gufron, ditemukan ASN di lingkungan pemerintah kabupaten dan menteri merupakan pelaku terbanyak (masing-masing 13 kasus), berikutnya lurah/kepala desa (12 kasus), Presiden Jokowi (11 kasus), dan Polri (9 kasus).

Dari pemantauan koalisi masyarakat sipil, ASN dan menteri menjadi pelaku terbanyak pelanggaran karena banyak kasus pelanggaran netralitas yang melibatkan kedua unsur ini.

"Misalnya ditemukan banyak kasus kepala daerah, kepala dinas yang mengarahkan bawahannya untuk memilih calon tertentu. Demikian pula dengan menteri. Banyak sekali kasus pelanggaran netralitas yang melibatkan menteri, misalnya menfasilitasi sosialisasi calon tertentu melalui program atau kegiatan kementerian," katanya.

Sementara, Peneliti Senior Imparsial Al Araf yang mewakili Koalisi Masyarakat Sipil mendesak KPK dan Bawaslu mengusut dugaan korupsi pembelian pesawat jet tempur Mirage 2000-5 bekas oleh Kementerian Pertahanan RI dari pemerintah Qatar.

Permintaan agar KPK dan Bawslu menyelidiki pembelian pesawat Mirage 5 oleh Kemenhan dari Pemerintah Qatar setelah disebut ada upaya investigasi Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) terkait kontrak pembelian tersebut.

Menurut Ketua Badan Pengurus Centra Initiative ini, adanya kickback yang sangat fantastis sebesar 55,4 juta dolar AS atau hampir Rp 900 miliar untuk pendanaan kampanye, bukan hanya berarti adanya dugaan korupsi akibat penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetapi juga dugaan pelanggaran Pemilu dalam konteks pidana.

Al Araf mendasarkan seruannya terkait munculnya pemberitaan dari msn.com portal (web news aggregator (pengumpul berita yang berafiliasi dengan Microsoft) terkait dugaan skandal itu, yang menyebutkan juga adanya upaya investigasi Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) terkait kontrak pembelian pesawat Mirage 2000-5 tersebut.

“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyelidikan-penyidikan dugaan korupsi dan membangun komunikasi serta kerja sama dengan badan-badan antikorupsi internasional, khususnya dari Uni Eropa (GRECO) demi mengusut tuntas skandal pembelian Mirage 2000-5,” kata Al Araf.

Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan kabar dugaan korupsi pesawat jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar yang menyeret nama capres nomor urut 2 itu adalah bohong alias hoaks.

Ia mengatakan pembelian jet tempur itu memang pernah direncanakan, namun progresnya batal.

Oleh karena itu, ia menegaskan tak ada pembelian pesawat jet tempur tersebut di Kementerian Pertahanan seperti yang diberitakan media daring berbahasa asing, Meta Nex dalam artikel daring bertajuk 'Indonesia Prabowo Subianto EU Corruption Investigation' yang viral pada Jumat, 9 Februari 2024.

"Saya ingin masuk ke substansi. Pertama, ini adalah hoaks dan fitnah. Tidak ada pembelian Pesawat Mirage. Walaupun itu (pernah) direncanakan, (tapi) sudah dibatalkan, artinya tidak ada kontrak yang efektif di Kemenhan terkait dengan pembelian Mirage. Jadi secara konten semua yang disampaikan itu jelas fitnah," ujar Dahnil dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu (10/2/2024).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini