Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menyoroti perlunya evaluasi terhadap data pemilih di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.
Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro mengatakan terdapat beberapa permasalahan mengenai jumlah DPT yang tak sesuai data faktual karena fluktuatifnya Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas dan Rutan, baik mereka yang keluar atau masuk Lapas setiap harinya.
Permasalahan ini kata dia, perlu jadi evaluasi untuk menjamin hak konstitusional mereka yang ada di Lapas maupun yang sudah keluar dari lapas.
“Tentu setiap warga negara termasuk WBP di Lapas dan Rutan mempunyai hak yang sama dalam memberikan suara untuk Pemilu serentak ini. Permasalahan perpindahan data DPT, DPTb, maupun DPK tentu perlu menjadi evaluasi ke depan,” kata Johanes kepada wartawan, Selasa (13/2/2024).
Baca juga: KPU: Pemilih Tak Terdaftar di DPT Masih Punya Kesempatan Mencoblos
Adapun berdasarkan data dari KPU yang disampaikan per 6 Februari 2024, jumlah total pemilih di Pemilu 2024 adalah 204.807.222 pemilih.
Dari jumlah tersebut, estimasi warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan rumah tahanan di seluruh Indonesia mencapai 242.308 orang.
Rinciannya, daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 139.705 orang, daftar pemilih tambahan (DPTb) 65.743 orang, dan daftar pemilih khusus (DPK) 36.860 orang.
Baca juga: Cara Cek Apakah Kita Terdaftar sebagai Pemilih di DPT Pemilu 2024
Beberapa permasalahan yang secara faktual terjadi sebagaimana penuturan dari Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham.
Di antaranya, DPT yang awalnya sudah didaftarkan di TPS khusus di lapas, tapi saat ini mereka yang terdaftar sudah bebas sehingga terjadi perubahan TPS.
Kemudian, WBP yang belum terdaftar di TPS khusus di lapas karena terdaftar di TPS tempat tinggal asal. Lalu, WBP yang tidak memiliki KTP.
Permasalahan tersebut menurutnya berpengaruh terhadap jumlah faktual data pemilih di lapas, dan berdampak pada kebutuhan TPS di lapas yang perlu disesuaikan dengan jumlah data pemilih.
Di sisi lain, jumlah surat suara yang disediakan hanya sejumlah DPT ditambah 2 persen sebagaimana ketentuan Pasal 344 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kondisi ini dikhawatirkan tidak memenuhi kebutuhan di lapas khususnya pada DPK.
Terbatasnya ketersediaan jumlah surat suara di lapas dan rutan berpotensi membuat WBP tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Mengingat WBP tidak bisa mencari TPS lain yang punya sisa surat suara, selain di dalam lapas.
“Jangan sampai karena permasalahan tersebut seorang warga negara tidak dapat menggunakan hak pilihnya,” kata dia.
“Aturan yang berlaku saat ini belum cukup mengakomodir untuk mengantisipasi data pemilih pada TPS khusus seperti di lapas dan rutan. Maka ke depan perlu dilakukan antisipasi akan permasalahan data pemilih di TPS khusus ini,” ucap Johanes.