Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menduga Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) bukan merupakan alat bantu melainkan alat rekayasa.
"Sirekap itu posisinya sangat penting tapi kelihatannya tidak keren amat, bahkan alat bantu ini jangan-jangan alat rekayasa," ujar Hadar dalam jumpa pers yang berlangsung daring, Sabtu (17/2/2024).
Hadar bersama gerakan tim JagaSuara 2024 sempat melakukan evaluasi dari 5000 sampel Sirekap yang tersebar di 1.172 kelurahan dan dipilih secara acak.
Salah satunya mereka menemukan suara tidak sah jumlahnya tidak sama dengan jumlah suara pasangan calon.Pihaknya juga menemukan di mana dat Sirekap jauh lebih tinggia dari dokumen C Hasil.
"Ini kondisi keadaan Sirekap-nya KPU," ungkap Gumay.
Hadar mengatakan proses Sirekap harus dikawal terus meski KPU RI mengatakan Sirekap bukan jadi acuan utama hasil penghitungan.
Namun, jika dalam Sirekap saja ditemukan banyak kesalahan,Hadar khawatir hal serupa juga terjadi dalam proses rekap manual yang jadi tumpuan utama hasil penghitungan.
"Tetapi persisnya semua ini tentu kita harus periksa betul dan ikuti semua, kejar pastikan mereka karena tadi dia merupakan bahan untuk rekap manual. Kalau bahannya kotor maka rekam manual resmi itu juga tidak bersih," pungkasnya,
Terpisah, Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos mengatakan Sirekap bukan merupakan hasil resmi penghitungan suara melainkan alat bantu.
"Tapi sekali lagi, alat bantu bukan hasil resmi penghitungan rekapitulasi suara," ujar Betty di kantornya, Sabtu.
"Sekali lagi Sirekap merupakan alat bantu, yang menentukan adalah bentuk rekapitulasi secara berjenjang yang dilakukan plano terbuka," ia menambahkan.