TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta transparansi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI soal Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Peneliti ICW, Egi Primayogha menjelaskan transparansi itu berkaitan dengan dokumen pengadaan, dokumen anggaran, dan juga daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap.
Dalam hal untuk meminta data-data itu, ICW menyambangi Kantor KPU RI, Jakarta. Pihaknya menyurati KPU atas data-data yang diminta.
“Itu kami lakukan agar kami bisa memeriksa bagaimana prosesnya, apakah sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih?", kata Egi di Kantor KPU RI, Kamis (22/2/2024).
Lebih lanjut, pihaknya hendak melihat lebih dalam soal Sirekap sehingga mendorong supaya aplikasi yang disebut KPU sebagai alat bantu penghitungan itu untuk diaudit.
Selain kecurangan, alasan untuk Sirekap diaudit adalah karena ICW ingin tahu alasan yang mendasari kenapa KPU menerapkan Sirekap pada Pemilu 2024 yang begitu kompleks.
"Di tengah dugaan kecurangan pemilu yang masif, tentu kami ingin memeriksa apakah betul ada kecurangan yang terjadi melalui Sirekap. Jadi kami ingin memeriksa dokumennya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kecurangan itu tidak akan terjadi," jelas Egi.
"Tapi, dugaan itu muncul dari berbagai pihak, termasuk kami sehingga kami sekali lagi ingin memastikan untuk hal ini," sambungnya.
Baca juga: Layangkan Surat Ke KPU, PDIP Tolak Penggunaan Sirekap Alat Bantu Penghitungan Suara Pemilu 2024
Ia menekankan langkah yang pihaknya ambil ini merupakan partisipasi masyarakat sipil terhadap informasi yang dimiliki oleh Badan Publik sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Selain itu, berdasarkan Pasal 12 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2019, KPU sebagai badan publik wajib memberikan respons paling lambat tiga hari kerja.