Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Brawijaya (Unbraw) Malang, Prof Drs Andy Fefta Wijaya MDA PhD menilai wacana penggunaan hak angket DPR kepada presiden untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum (pemilu) adl;ah langkah yang tidak tepat.
Penggunaan hak angket untuk tujuan tersebut dianggap tidak tepat karena tidak sesuai dengan fungsi konstitusionalnya.
"Hak angket merupakan mekanisme yang secara konstitusional tidak dirancang untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu atau isu dugaan kecurangan pemilu," kata Andy dalam keterangan tertulis, Jumat (23/2/2024).
Hak angket, lanjut Andy, digunakan dalam konteks politik terkait dengan dugaan pelanggaran hukum oleh presiden, bukan untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu.
Dekan FIA Unbraw ini menggarisbawahi bahwa penyelesaian dugaan kecurangan pemilu memiliki saluran tersendiri, yang secara spesifik ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sementara, penyelesaian hukum terkait sengketa hasil pemilu berada di wilayah yurisdiksi Mahkamah Konstitusi (MK).
"Permasalahan hasil pemilu yang diperdebatkan diselesaikan di MK untuk menentukan apakah terdapat unsur pelanggaran yang signifikan atau tidak," tegas Andy.
Baca juga: Real Count KPU Pilpres 2024 Pukul 20.00 WIB: Prabowo 58,89 Persen, Suara Masuk Sudah 75,26 Persen
Dikatakannya, apapun hasil yang diperoleh melalui hak angket tidak akan memiliki dampak terhadap hasil pemilu.
Hal ini menegaskan bahwa mekanisme hak angket tidak dapat dianggap sebagai solusi dalam kasus sengketa hasil pemilu atau dugaan kecurangan.