News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menumpuk di Jawa, PB IDI Jelaskan Dampak Jumlah Dokter yang 'Overload' di Suatu Wilayah

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi dokter. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) & Presiden Medical ASEAN (MASEAN) DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT ungkap masalah sumber daya manusia (SDM) kesehatan di Indonesia.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) & Presiden Medical ASEAN (MASEAN) DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT ungkap masalah sumber daya manusia (SDM) kesehatan di Indonesia.

Ia menuturkan saat ini proses distribusi dokter umum dan spesialis masih banyak menumpuk di Pulau Jawa.

Hal ini menimbulkan ketimpangan dan memunculkan risiko overload dokter di wilayah tertentu saja.

Dr Adib pun menjelaskan dampak jumlah dokter yang 'overload' di suatu wilayah.

Indonesia, di tengah kekurangan dokter, saat ini diketahui belum mempunyai regulasi terkait pemerataan sebaran dokter.

"Kalau bicara overload satu wilayah berkumpul, banyak dokter dan dokter spesialis, kita tidak ada aturan (seperti) notaris. (Misal) sekian kilo hanya satu notaris. Belum ada aturan seperti itu karena ini berkaitan aspek kebutuhan dasar, yaitu kesehatan," ungkapnya pada media briefing virtual, Jumat (23/2/2024).

Sehingga situasi ini dapat menimbulkan permasalahan, pengaduan disiplin, hukum dan etik.

Karena, masyarakat akhirnya bisa melakukan perbandingan.

"Masyarakat akan ada pilihan kedua, aduan terkait hukum, etik dan disiplin akan semakin banyak. Salah satu faktor akan muncul berobat ke dokter ini katanya tidak perlu operasi. Dokter yang satu disuruh, itu memicu proses berkaitan hukum etik dan disiplin," paparnya.

Kedua, maka akan muncul kompetisi.

Kompetisi pada dasarnya bagus. Namun yang dikhawatirkan adalah persaingan yang menjadikan masyarakat sebagai 'objek market'.

"Pada saat objek market masyarakat, muncul kompetisi, maka muncul dilema etik dalam pelayanan. Mohon maaf, ini yang harus kita luruskan, sehingga muncul saling mengatakan, 'saya dokter yang paling bagus'. Ini secara etik sudah ada aturannya tidak diperbolehkan," jelas dr Adib.

Ketiga, menurunnya kesejahteraan dokter. Semakin banyak dokter di satu wilayah, akan ada dokter yang bersedih dibayar murah.

"Tidak apa-apa digaji sekian. Padahal dari sisi organisasi, kami sudah membuat remunerasi. Tapi karena kebutuhan ekonomi dan sebagainya, nilai kesejahteraan menjadi turun. Tiga hal ini berdampak kalau ada overload suatu wilayah," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini