TRIBUNNEWS.COM - Koalisi pendukung Calon Presiden (capres) Prabowo Subianto ramai-ramai menolak wacana hak angket yang disuarakan Capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo.
Sederet partai pendukung Prabowo, mulai dari PAN, Golkar, hingga Demokrat, menganggap hak angket tidak perlu digulirkan ke DPR RI karena memiliki beragam risiko.
Sebagai informasi, Ganjar Pranowo mengusulkan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Usulan tersebut didukung Capres nomor urut 01, Anies Baswedan.
Anies bahkan telah memberi sinyal bakal bertemu Ganjar untuk membahas usulan tersebut.
"Pokoknya nanti tau-tau ketemu aja gitu," kata Anies, di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Jumat (23/2/2024).
Namun, reaksi berbeda ditunjukkan kubu paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan hak angket seharusnya diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), bukan ke DPR RI.
Yusril menjelaskan, hak angket tidak dapat diajukan oleh partai-partai yang kalah dalam Pemilu.
"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini Pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak."
"Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," kata Yusril kepada wartawan, Kamis (22/2/2024).
Menurut Yusril, hak angket juga berpotensi menimbulkan perselisihan di masyarakat.
Baca juga: Dosen yang Muncul di Dirty Vote Tanggapi soal Hak Angket: Itu Upaya untuk Tagih Janji Presiden
Karena itu, ia menyebut penyelesaian persoalan Pemilu paling tepat diajukan ke MK.
Karena, lanjut Yusril, putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres 2024 akan menciptakan kepastian hukum.
Sementara itu, penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang berpotensi berujung menimbulkan chaos.
Demokrat Tegas Menolak
Sementara itu, Partai Demokrat telah memberi isyarat menolak wacana pengguliran hak angket ke DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Isyarat itu ditunjukkan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng.
"Dan kalau kecurangan, itu yang mana kecurangan? Kami sekarang, Demokrat adalah bagian dari pemerintahan," kata Andi Mallarangeng saat menghadiri Serah-Terima Jabatan Menteri ATR/ BPN, Rabu (21/2/2024).
Andi menegaskan tidak ada kecurangan dalam Pemilu 2024.
Terlebih, hasil perhitungan resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum rampung dilakukan.
"Apanya? Yang bilang mau ada kecurangan apa segala macam. Saya ingat dulu, ada dulu yang liat quick count langsung percaya, sekarang tidak percaya hahaha," katanya sembari berlalu meninggalkan awak media.
Baca juga: Anggota Komisi II DPR Nilai Wacana Pengguliran Hak Angket Sarat Tujuan Politis
Golkar: Tidak Masuk Logika Hukum
Senada dengan Demokrat, Partai Golkar turut memberi sinyal penolakan usulan pengguliran hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Ketua Badan Hukum dan HAM (Bakummham) DPP Partai Golkar, Supriansa, mengatakan usulan tersebut jauh dari nalar.
Sebab, hasil Pemilu 2024 belum rampung seluruhnya.
"Tidak masuk logika hukum jika ada pihak yang meributkan terkait penggunaan hak angket anggota DPR terhadap sesuatu yang belum selesai dan tidak jelas permasalahan hukumnya," kata Supriansa dalam keterangan di Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Ia menyebut hak angket adalah hak penyelidikan terhadap sesuatu yang bertentangan dengan Undang-Undang.
Juru Bicara TKN Prabowo-gibran ini menyebut tidak ada satu pun Undang-undang yang dilanggar selama Pemilu 2024 bergulir.
"Sengketa hasil pemilu dilaporkan ke MK, pelanggaran etik dilaporkan ke DKPP, dan sengketa tata usaha negara di PTUN," kata Supriansa.
PAN: Kok Ujug-ujug Hak Angket?
Senada dengan Demokrat dan Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) juga menilai wacana yang disuarakan Ganjar tidak tepat.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus, menilai usulan hak angket sarat dengan unsur politis.
Selain itu, menurutnya, permasalahan Pemilu seharusnya dibawa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Jika penyelesaian di Bawaslu dirasa kurang, lanjut Guspardi, Undang-Undang juga menjamin kontestan untuk memperkarakannya ke Mahkamah Konstitusi atau MK.
Baca juga: Soal Hak Angket DPR, Jusuf Kalla: Jalani Saja, Tidak Usah Khawatir
"Ranahnya di situ. Jadi artinya yang angket ini, kok, ujug-ujug hak angket, ada apa?" ujar Guspardi kepada wartawan Sabtu (24/2/2024).
Kendati demikian, Guspardi tetap menghormati usulan Ganjar dan tidak mempersoalkan wacana penggunaan hak angket.
Ia menyebut usulan Ganjar tersebut masih berupa wacana.
"Jadi jangan pula memframing bahwa persoalan ini tidak bisa masuk ke ranah hukum lalu dibawa ke ranah politik. Perlu dipahami bahwa DPR itu diisi fraksi dari berbagai partai politik. Sementara itu untuk melakukan hak angket, harus didukung lebih 50 persen anggota DPR," ucapnya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Ashri Fadilla/Wahyu Aji/Chaerul Umam/Milani Resti)