Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) periode 2019-2024 sekaligus calon wakil presiden (cawapres), Mahfud MD menyebut hak angket DPR bisa berujung pada pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pemakzulan Jokowi bisa terjadi jika DPR merekomendasikannya. Hal ini sama seperti era Presiden ke-2 RI, Soeharto.
"Bisa saja, bisa saja (angket memakzulkan presiden). Kan tergantung nanti rekomendasinya kan. Apa saja, nanti angket tuh menemukan ini, ini, ini, ditindaklanjuti, kan sama saja dengan dulu Pak Harto dan sebagainya. Sesudah berhenti juga jadi masalahkan," kata Mahfud saat ditemui di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Kendati demikian, calon wakil presiden nomor urut 3 ini mengingatkan bahwa hak angket DPR tak bisa mengubah hasil Pemilu 2024.
Lantaran langkah yang bisa membatalkan hasil pemilu adalah hasil dari menempuh jalur hukum lewat gugatan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Hak angket dan gugatan hukum itu berjalan paralel, tapi akibatnya berbeda. Hak angket itu apa pun hasilnya, kapanpun diputuskan, itu tidak akan berpengaruh pada hasil pemilu," jelas Mahfud.
"Nah, hasil pemilu itu ditentukan oleh MK nantinya, oleh hasil KPU," lanjut dia.
Baca juga: VIDEO Saat Kubu AMIN Kompak Dukung Usulan Hak Angket DPR: Anies Beri Sinyal Bakal Bertemu Ganjar
Meski begitu, Mahfud menyatakan hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan di Pemilu 2024 merupakan langkah yang sesuai dengan konstitusi.
Salah satu yang bisa diusut adalah perintah tambahan bantuan sosial (bansos) tanpa mengubah aturan mainnya. Hal yang bisa dipermasalahkan adalah asal uang dan pengalihan dananya.
"Itu diperiksa apakah ini sudah benar? Kecuali perintah undang-undang," ucap Mahfud. "Misalnya begini. Itu Undang-Undang APBN tahun 2024 disahkan pada tanggal 16 Oktober (2023), ya."
"Lalu, pada bulan Desember (2023) ada perintah tambahan bansos tanpa mengubah undang-undang, itu bisa diangket, uangnya dari mana, ngalihkannya dari mana," katanya.
Baca juga: Pemungutan Suara Ulang di Malaysia Beda, Petugas Bakal Foto Wajah dan Identitas Pemilih
Menurut Mahfud, ada kejanggalan dalam pemberian bansos yang mendekati jadwal pencoblosan pemilu. Kemudian soal istilah bansos hibah.
"Ada lagi istilah bansos hibah. Bansos hibah tuh dari siapa? Itu harus dicatat kalau negara yang membagikan. Kalau ndak, wah timbul pertanyaan," ungkapnya.
"Nah, angket tuh seperti itu. Kalau melanggar undang-undang tentu ada akibat hukum terlepas dari soal pemilunya," kata Mahfud.