Tugas PPLN Kuala Lumpur kini diambil oleh KPU RI dengan didukung oleh tim sekretariat jenderal. Kemudian KPU RI juga bakal berkoordinasi dengan kantor perwakilan mereka di Kuala Lumpur.
Dalam hal melakukan koordinasi itu, KPU juga sudah melakukan rapat dengan Kementerian Luar Negeri untuk bagian dukungan atau fasilitas bagi KPU melakukan pelayanan pemilihan di luar negeri.
Sebagai informasi, KPU RI bakal melakukan PSU di Malaysia dengan meniadakan metode pos. Berarti dalam prosesnya, PSU di Malaysia hanya menggunakan dua metode: pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) dan metode kotak suara keliling (KSK).
Peniadaan metode pos ini sejalan dengan saran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kepada KPU. KPU berharap pihaknya dapat menyelesaikan PSU tepat waktu sebelum batas akhir rekap nasional dan penetapan hasil pemilu nasional pada 20 Maret.
Baca juga: Besok KPU Gelar Rapat Pleno Hasil Rekapitulasi Suara Pemilu Luar Negeri
KPU dan Bawaslu sebelumnya sepakat tak menghitung suara pemilih pos dan KSK di Kuala Lumpur karena integritas daftar pemilih dan akan melakukan pemutakhiran ulang daftar pemilih.
Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPLN) Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri yang perlu dicoklit.
Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.
Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur. Pemilih DPK adalah mereka yang tidak masuk daftar pemilih. Ini menunjukkan, proses pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur bermasalah.
Bawaslu bahkan menyampaikan, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.
Bawaslu juga mengaku sedang menelusuri dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.