TRIBUNNEWS,COM - Parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen dinilai menjadikan suara rakyat terbuang sia-sia.
Hal itu diungkapkan Founder & CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Pangi mengungkapkan, ambang batas parlemen 4 persen dipilih sebagai upaya menyederhanakan jumlah partai, agar semakin rendah fragmentasi di parlemen.
"Ambang batas 4 persen parliamentary threshold hanya menguntungkan posisi partai petahana di parlemen, partai kecil akan sulit dan tertatih-tatih memenuhi ambang batas tersebut," ungkap Pangi kepada Tribunnews, Senin (4/3/2024).
Menurutnya, parliamentary threshold menghambat partai politik baru.
"Banyak suara yang terbuang sia-sia tidak menjadi kursi, harusnya kalau sudah mendapatkan perolehan suara sebesar 200.000 maka sudah harus bisa dikonversi menjadi 1 kursi di DPR," ujarnya.
Secara prinsip, ia menilai tidak boleh suara rakyat terbuang sia-sia tanpa menjadi kursi.
"Supaya rakyat makin banyak wakilnya di parlemen, itu makin bagus dan berkualitas," ungkapnya.
Manfaat Penghapusan Parliamentary Threshold 4 Persen
Lebih lanjut, Pangi menilai penghapusan ambang batas parliamentary threshold 4 persen dapat mengakomodasi kepentingan partai kecil dan menengah agar punya pengalaman wakil rakyat alias punya kursi di parlemen.
"Tidak boleh ada motivasi menghalau partai baru untuk masuk ke dalam parlemen. Kalau dulu ambang batas diterapkan 4 persen, waktu awal awal, dipastikan Gerindra, Nasdem dan Hanura tidak bakal lolos ke parlemen di era itu," ungkapnya.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Ada Penggelembungan Suara PSI, KPU: Jangan Terpaku Angka Tapi Foto C1
Diterapkannya angka 4 persen untuk parliamentary threshold, sambungnya, tampak lebih bertujuan menghalau masuknya partai baru ke parlemen.
"Dan tentu sangat berbeda dengan motivasi gagasan ideal tentang menyederhanakan partai dalam parlemen dan menguatkan presidensialisme," ungkapnya.
Angka 4 persen dinilai Pangi masih terlalu tinggi bagi partai baru yang hanya mampu mendapatkan angka sekitar 0,2-2,6 persen.
"Sangat miris dan disayangkan suara rakyat terbuang sia sia tak sah menjadi kursi, faktanya ada caleg DPR RI baik dari PSI, Perindo, Gelora dan lain-lain yang perolehan suara calegnya di partai tersebut masuk cluster suara caleg premium di atas 100.000 bahkan ada yang menembus 200.000 perolehan suara pribadi yang diperoleh caleg tersebut."
"Namun tidak lolos dan tidak menjadi kursi di parlemen karena partai tersebut tak lolos ambang batas 4 persen di parlemen," ungkapnya.
Sementara untuk Pemilu 2029, Pangi berharap ambang batas parlemen diturunkan dari rentang batas bawah 1 persen dan rentang batas atas 2 persen.
"Agar suara rakyat bisa dikonversi menjadi kursi dan agar tak terbuang sia sia," tekannya.
Putusan MK
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.
Gugatan pengujian Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Mahkamah menyatakan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.
Sementara, Pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
"(Konstitusional bersyarat di Pemilu 2029 dan berikutnya) sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Suhartoyo.
Sehingga, dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu:
1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan
2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas paremen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR
3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik
4. Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029
5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Ibriza Fasti Ifhami)