TRIBUNNEWS.COM - Perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) akhir-akhir ini mengundang perhatian publik.
Pasalnya, perolehan suara PSI itu naik cukup signifikan dalam penghitugan aplikasi Sirekap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2024, tepatnya awal Maret ini.
Melonjaknya perolehan suara parpol yang dipimpin oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Kaesang Pangarep tersebut, menurut Pengamat Politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, sebagai hal yang mustahil meningkat secara drastis, seperti permainan sulap.
"Karena sesama politisi paham. Tidak mungkin langsung simsalabim suara itu. Tidak mungkin langsung melonjak," kata Ujang, Senin (4/3/2024), dikutip dari Wartakotalive.com.
Ujang lantas merespons sejumlah politisi seperti, PDI Perjuangan (PDIP) hingga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang telah mengutarakan kecurigaan terhadap anomali kenaikan suara PSI itu.
Kecurigaan tersebut di antaranya, meliputi operasi untuk melimpahkan suara ke partai politik (parpol) tertentu, agar lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Dalam hal ini, Ujang membenarkan, memang terdapat operasi untuk mengalihkan suara hasil Pemilu.
Maka dari itu, demokrasi bisa terancam, sebab suara masyarakat dalam pesta demokrasi ini dimanipulasi hingga dimainkan oleh pihak tertentu.
"Kedaulatan rakyat, suara rakyat bisa diakali, bisa dimanipulasi, bisa dimainkan, ini bahaya," ucap Ujang.
Ujang pun mengingatkan, pentingnya menempuh Pemilu melalui jalur yang benar dan normal, tanpa melakukan kecurangan.
Peserta Pemilu diimbau, tidak berkongsi dengan penyelenggara pemilu.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Ada Penggelembungan Suara PSI, KPU: Jangan Terpaku Angka Tapi Foto C1
"Jalur yang halal, bukan yang haram, yang tidak ada main mata misalnya antara penyelenggara dengan oknum tertentu," jelas Ujang.
Beredar Kabar Ada Operasi Senyap Pemenangan PSI Sejak Sebelum Pemilu 2024
Ketua Majelis Pertimbangan PPP, M Romahurmuziy mengungkapkan, dirinya mendengar kabar mengenai adanya operasi senyap pemenangan PSI sejak sebelum Pemilu 2024 diselenggarakan.
Dikatakan Romy, panggilan akrab dari Romahurmuziy, pemenangan tersebut menargetkan penyelenggara [emilu daerah, agar PSI memperoleh 50 ribu suara di tiap kabupaten/kota di Jawa.
Kemudian, 20 ribu suara di tiap kabupaten/kota di luar Jawa.
“Sejak sebelum Pemilu, saya mendengar ada operasi pemenangan PSI yang dilakukan oleh aparat."
"Dengan menarget kepada penyelenggara pemilu daerah agar PSI memperoleh 50rb suara di tiap kab/kota di Jawa, dan 20rb suara di tiap kab/kota di luar Jawa,” kata Romy, melalui keterangan tertulisnya, Senin (4/2/2024), dikutip dari Wartakotalive.com.
Dijelaskan oleh Romy, hal tersebut dilakukan dengan cara membiayai organisasi masyarakat (ormas) kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin oleh salah satu menteri.
“Ini dilakukan dengan menggunakan dan membiayai jejaring ormas kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin salah seorang menteri, untuk mobilisasi suara PSI coblos gambar,” tambahnya.
Lanjut Romy, hal tersebut didengarnya dari salah satu aktivisnya yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum Pemilu.
Namun, kata Romy, rencana itu sepertinya tidak berjalan mulus.
Sehingga, perolehan berdasarkan Quick Count (QC) jauh di bawah harapan lolos parliamentery treshold (PT).
“Akurasi QC menurut pimpinan lembaga-lembaga survey senior adalah plus-minus 1 persen, sehingga untuk lolos PT 4 persen dibutuhkan setidaknya angka QC diatas 3 persen ,” tuturnya.
Dijelaskan Romy lagi, artinya, jika sebuah partai mendapat perolehan suara QC 3 persen dalam real count, dia dapat dibenarkan jika mendapat 4 persen
Atau, bisa juga sebaliknya bisa dibenarkan jika hanya mendapat 2 persen.
Sedangkan, angka di seluruh lembaga survei, QC PSI tertinggi <2>
Sebagaimana diketahui, syarat masuk ke parlemen Pemilu 2024 adalah memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional.
Berarti, parpol yang tidak mencapai persentase tersebut tidak akan mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tidak bisa berpartisipasi dalam pembentukan pemerintahan.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 414 butir (1).
“Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”.
Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive.com dengan judul Kritisi Soal Suara PSI yang Meroket, Pengamat Ujang: Tidak Mungkin Simsalabim Langsung Melonjak dan Romy Ungkap Ada Operasi Senyap Pemenangan PSI Sejak Sebelum Pemilu, Target 50 Ribu Suara di Kab/Kota.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Wartakotalive.com/Yolanda Putri Dewanti/Budi Sam Law Malau)