Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, berpendapat bahwa pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendapat atensi dari internasional lantaran pelaksanaanya berjalan dengan aman.
Hal tersebut juga sebagai respons Airlangga terhadap pernyataan Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla atau (JK) yang menyebut bahwa Pemilu 2024 ini terburuk dalam sejarah.
"Pemilu ini kita mendapatkan perhatian internasional dan ini Pemilu yang diikuti lebih dari 200 juta dan berjalan secara aman dan tertib, jadi tidak banyak negara yang bisa melakukan itu," kata Airlangga kepada wartawan di Kantornya, dikutip Sabtu (9/3/2024).
Baca juga: Mahfud MD Sebut Struktur Gugatan PHPU Pilpres 2024 ke MK Sudah Rampung
Bahkan, Airlangga menyebut hampir negara di Asean mengapresiasi berjalannya Pemilu 2024 di Indonesia yang dilakukan tepat pada 14 Februari 2024 lalu.
"Jadi kita mendapat apresiasi dari berbagai negara termasuk dari kemarin dalam KTT Asean, hampir seluruh negara di Asean termasuk Australia mengapresiasi," ungkapnya.
Sebelumnya dalam sebuah diskusi di Universitas Indonesia (UI) pada Kamis (7/3) kemarin, JK menyebut dalam sejarahnya, demokrasi di Indonesia bermacam-macam dimulai dari demokrasi terpimpin pada zaman Presiden Soekarno (Bung Karno).
Selanjutnya, kata dia, pada era Presiden Soeharto menganut sistem demokrasi Pancasila.
"Yang pada intinya sekarang ini demokrasi lebih terbuka, walaupun kemudian nanti kita lihat masalah-masalah yang kita hadapi," kata JK.
JK mengungkapkan, saat ini Indonesia baru saja telah menggelar pelaksanaan Pemilu 2024 yang dinilai perlu dikoreksi dan dievaluasi.
Baca juga: NasDem Mulai Bersiap Hadapi Sengketa Pileg dan Pilpres 2024 di MK
"Bagi saya, saya pernah mengatakan ini adalah Pemilu yang terburuk dalam sejarah Pemilu Indonesia sejak 1955," ujarnya.
Sebab, menurutnya, Pemilu diatur oleh pemerintah dengan kekuasaannya dan orang yang memiliki uang.
"Artinya adalah demokrasi Pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya orang yang mampu, orang pemerintahan, orang-orang yang punya uang," ucap JK.
JK menjelaskan, apabila demokrasi semacam ini terus dilanjutkan, maka Indonesia akan kembali pada zaman otoriter.
"Masalahnya apabila sistem ini menjadi suatu kebiasaan, maka kita akan kembali ke zaman otoriter, itu saja masalahnya sebenarnya," imbuhnya.