Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komandan Tim Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, Hinca Pandjaitan, menilai anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye tidak relevan komentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres di Pilpres 2024.
"Menurut saya berlebihan lah. Kejauhan menarik lagi pertandingan udah selesai, dikomentari di luar sana yang sama sekali nggak ada relevansi-nya," ucap Hinca saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Baca juga: Kubu Anies Siapkan 1.000 Pengacara, TKN Singgung Lebay: Ruang Sidang MK Itu Terbatas
Ia menduga anggota Komite HAM PBB tersebut tak mengerti persoalan putusan MK tersebut. Menurut Hinca, persoalan hukum maupun etika yang terkait MK tersebut sudah dinyatakan selesai.
"Kita tidak yakin kalau yang dia paham betul bahwa secara hukum telah selesai. Kalau secara hukum tidak selesai, tentu tidak bisa berangkat perahu itu. Sistem hukumnya berlangsung berjalan selesai. Tidak ada yang mempersoalkan itu," katanya.
"Soal etikanya sudah selesai, sudah dijatuhkan hukuman kepada yang dituduhkan melanggar etik," sambungnya.
Baca juga: TKN Berharap Kubu Ganjar dan Anies Tak Ajukan Sengketa Pilpres ke MK: Sudahlah Bersalaman Saja
Lebih lanjut, Hinca pun mengungkit bahwasanya sudah banyak pemimpon-pemimpin negara dunia yang sudah memberikan ucapan selamat kepada Prabowo-Gibran.
"Kalau anda lihat, sudah berapa banyak presiden-presiden ternama atau pemimpin-pemimpin negara dunia memberikan ucapan selamat kepada presiden terpilih Prabowo-Gibran ini dan menghargai dan menghormati proses pemilu kita," katanya.
Karena itu, Hinca menganggap kritik dari anggota komite HAM PBB itu sebagai masukan. Sebaliknya, ia pun enggan untuk menanggapi serius kritikan tersebut.
"Jadi saya anggap itu masukan saja lah. Bukan sesuatu yang perlu ditanggapi serius itu. Mungkin di sana dia nggak punya bahan lagi terus ngomong itu gitu," pungkasnya.
Sebagai informasi, anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye menyebut kampanye yang digelar setelah putusan MK di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan capres-cawapres, sehingga memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan adalah bentuk ketidaknetralan Jokowi.
"Apa langkah-langkah yang diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?" lanjut Ndiaye mempertanyakan.
Anggota Komite HAM PBB dari Senegal itu juga mempertanyakan apakah pemerintah Indonesia telah menyelidiki berbagai dugaan intervensi pemilu tersebut.
Baca juga: TKN Sindir Kubu Ganjar dan Anies Ingin Ajukan Sengketa Pemilu ke MK: Hargai dong Saksi-saksi Kalian
Pertanyaan lain pun dilontarkan Ndiaye terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam pemilu yang digelar pada 14 Februari 2024 lalu itu.
Namun, pertanyaan-pertanyaan itu tak dijawab oleh Perwakilan Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat.