TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) belum membahas mengenai keterlibatan Hakim Arsul Sani dalam menangani sengketa pemilu.
Diketahui, sebelum menjadi hakim konstitusi, nama besar Arsul Sani sangat berkaitan dengan karier politiknya bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ketua MK Suhartoyo mengatakan, pembahasan belum dilakukan karena dinilai belum relevan untuk dibahas saat ini.
"Belum dibahas. Tapi nanti pada waktunya, karena memang belum relevan dibahas sekarang," kata Suhartoyo, saat ditemui di gedung MK, Rabu (20/3/2024) malam.
Terkait alasannya, ia menjelaskan, belum ada perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang masuk.
"Kemudian, belum ada yang mengajukan hak ingkar, baik dari Pak Arsul sendiri, maupun pihak lain yang keberatan," tuturnya.
Ia mengaku khawatir, jika belum adanya hal-hal seperti yang demikian dijelaskannya, maka akan menyinggung Arsul Sani.
"Hak ingkar itu kan bisa datang dari yang bersangkutan. Bisa datang dari pihak yang berperkara. Nah, sampai saat ini perkara saja belum ada, gimana mau dibahas. Nanti tersinggung Pak Arsulnya," kata Suhartoyo.
"Kecuali, dia (Arsul) secara sukarela menyatakan sendiri, tapi kan beliau belum atau tidak (mengajukan hak ingkar), kan belum tau," ucap Suhartoyo.
Sebelumnya, Hakim konstitusi Arsul Sani disebut belum juga mengajukan hak ingkar untuk tidak menangani sengketa pemilu melibatkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Belum secara tegas dia ngomong (tidak akan menangani sengketa pemilu melibatkan PPP). Secara formal belum. Jadi saya belum bisa menjawab secara pasti," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo, kepada wartawan di gedung MK, pada Selasa (19/3/2024).
Sampai saat ini, MK juga belum menetapkan batasan-batasan bagi Arsul dalam menangani sengketa-sengketa pemilu.
Misalnya, terkait larangan bagi Arsul menangani sengketa melibatkan PPP saja, atau termasuk menangani sengketa pilpres melibatkan capres-cawapres yang diusung PPP.
Suhartoyo menyebut, pihaknya masih perlu mendiskusikan perihal itu.