TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sinyal rencana untuk menggulirkan hak angket terkait dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tampaknya mulai meredup.
Tidak adanya visi yang sama melihat urgensi hak angket dari para pengusul diduga menjadi salah satu biang keladinya.
Wacana hak angket pertama kali dilempar oleh calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo kepada dua partai politik pengusungnya di parlemen, yakni PDI-P dan PPP.
Wacana itu awalnya disambut baik oleh fraksi partai politik kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), yakni Nasdem, PKS dan PKB.
Akan tetapi sikap berbalik arah justru ditunjukkan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh. Ia justru ingin sebelum digulirkan hak angket harus dipikirkan terlebih dahulu soal efektivitasnya.
Karena itulah partai Nasdem kata Paloh harus memikirkan dengan cermat rencana hak angket tersebut.
Sikap serupa juga dipertontonkan Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi yang menegaskan bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS menerima keputusan KPU terkait hasil Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024. Namun, itu bukan berarti proses hukum berhenti begitu saja.
”Kalau untuk menerima, menerima. Adapun masalah hukum, itu lain ceritanya. Jadi, bagi yang tidak puas, jalur hukumnya tetap ada,” ucapnya.
Terkait meredupnya usulan hak angket, Pakar Politik, Arfianto Purbolaksono menyebut pernyataan terakhir dari Ketua DPR RI yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani. Puan menyatakan belum adanya pergerakan dan tidak adanya instruksi ke Fraksi PDI Perjuangan di DPR soal usulan hak angket.
Sikap Puan tersebut diduga menjadi salah satu penyebab mengapa hak angket hingga saat ini mandek.“Meredupnya hak angket karena pandangan yang berbeda-beda dari para aktornya untuk mencari titik temu antara kepentingan dengan tujuan dari pelaksanaan hak angket tersebut," kata Arfianto dalam pernyataannya kepada Tribun, Jumat(29/3/2024).
Kata Anto sapaan akrab Arfianto pertukaran kepentingan dari para elite politik menjadi sesuatu hal yang sangat penting untuk dicari titik temunya terkait usulan hak angket.
"Jika tidak ada titik temu artinya hak angket hanya sekedar wacana. Namun, jika ada titik temu, maka kemungkinan hak angket akan bergulir,” ujarnya.
Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) ini juga mengatakan seharusnya hak angket bertujuan untuk mengevaluasi jalannya penyelenggaraan Pemilu 2024 bukan melulu soal kepentingan-kepentingan elite-elite politik dan juga partai politik.
Dengan menggali persoalan dan tantangan dari penyelenggaraan pemilu hingga mencari solusi dari kelemahan yang menjadi ujung permasalahan penyelenggaraan Pemilu 2024 justru akan menjadikan sistem politik dan pemilu di Indonesia bisa menjadi lebih baik di masa depan.
Baca juga: Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu Masih Abu-abu, Begini Kata Puan, PKB hingga Gerindra
“Penting bagi kita semua untuk mengevaluasi penyelenggaraan pemilu agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Hak angket menjadi salah satu instrumen untuk mengevaluasinya, dengan catatan bahwa ketika para aktor terkait memiliki pandangan dan kepentingan yang sama untuk masa depan pemilu di Indonesia. Bukan sekedar untuk menjadikan hak angket sebagai komoditas politik dan wacana belaka,” tutup Arfianto.