Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Saldi Isra jadi satu dari tiga hakim yang memiliki pendapat berbeda alias dissenting opinion dalam putusan perkara sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar.
Saldi menyatakan keyakinannya soal politisasi bantuan sosial (bansos) masif dilakukan saat tahapan kampanye dan pemungutan suara pemilu 2024.
Baca juga: Kata Kubu Prabowo-Gibran soal 3 Hakim Dissenting Opinion: Itu Tidak Pengaruhi Putusan MK
Pembagian bansos itu dibalut dengan program pemerintah yang seakan hanya sebagai kamuflase.
Dia pun khawatir praktik serupa di Pilpres akan ditiru oleh peserta khususnya petahana atau penguasa yang menghendaki kemenangan calon tertentu di Pilkada mendatang.
Menurutnya pembagian bansos atau nama lain sejenis untuk kepentingan elektoral pemilihan menjadi hal yang tak mungkin dinafikan sama sekali.
Baca juga: Dissenting Opinion, Hakim Saldi Isra Sentil soal Bansos: Bisa Jadi Kamuflase dan Piranti Dukungan
"Oleh karena itu, saya mengemban kewajiban moral untuk mengingatkan guna mengantisipasi dan mencegah terjadinya pengulangan atas keadaan serupa dalam setiap kontestasi pemilu. Terlebih, dalam wakti dekat, yang hanya terbilang bulan akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara serentak, secara nasional," kata Saldi membacakan pendapat berbeda di persidangan, Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Kata dia, celah hukum penggunaan anggaran negara atau daerah oleh petahana, pejabat negara maupun kepala daerah untuk memenangkan calon tertentu bisa saja dimanfaatkan dan ditiru sebagai bagian dari strategi pemilihan di Pilkada mendatang.
Menurutnya jika dalil tersebut terbukti, hal itu akan menjadi pesan jelas dan efek kejut kepada semua calon kontestan di Pilkada pada bulan November 2024 mendatang, dan mencegah kejadian serupa dipraktikkan ulang.
"Penggunaan anggaran negara atau daerah oleh petahana, pejabat negara, ataupun oleh kepala daerah demi memenangkan salah satu peserta pemilihan yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dan dapat ditiru menjadi bagian dari strategi pemilihan," kata Saldi.
Politisasi Bansos di Pilpres 2024
Saldi Isra menyatakan bahwa berdasarkan uraian dalam pertimbangan hukum, dalil pemohon terkait politisasi bantuan sosial (bansos) dan mobilisasi aparat atau aparatur negara atau penyelenggara negara adalah beralasan menurut hukum.
Ia berpendapat MK semestinya memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah.
Baca juga: MK: Jokowi Tak Melanggar Hukum Soal Dugaan Politisasi Bansos
Menurutnya PSU di sejumlah daerah adalah upaya menjaga integritas penyelenggara pemilu yang jujur dan adil.
Saldi menyoroti pengelolaan anggaran negara berkenaan dengan pembagian bansos sebagai program pemerintahan berhimpitan dengan tahapan pemilu dalam hal ini, tahapan kampanye dan pemungutan suara.
Saldi berkeyakinan bahwa ada praktik pembagian bansos secara masif jelang pemungutan suara pemilu, ditambah keterlibatan para menteri seraya memberi pesan bersayap, padahal Menteri Sosial yang berwenang perihal bansos tidak melakukannya.
"Terdapat fakta pembagian bantuan sosial yang lebih masif jelang pemilu, keterlibatan menteri bagi - bagi bansos sembari memberi pesan bersayap, while Menteri Sosial malah tidak membagikan bansos," kata Saldi.
Saldi menyebut pembagian bansos yang terkait penggunaan anggaran negara demi memenangkan paslon tertentu bisa jadi celah hukum dan bisa ditiru di masa mendatang.
Sehingga dirinya berkeyakinan dalil pemohon soal politisasi bansos adalah beralasan menurut hukum.
"Saya berkeyakinan dalil pemohon soal politisasi bansos beralasan menurut hukum," terang Saldi.