Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gerindra menyatakan pihaknya mengalami proses rekapitulasi suara tingkat provinsi yang rusuh di Provinsi Papua Tengah.
Bahkan, kubu dari Partai Gerindra menyebut ada saksinya yang meninggal dunia karena proses rekapitulasi yang rusuh tersebut.
Menurut salah satu kuasa hukum Partai Gerindra dalam sidang gugatan sengketa Pileg 2024, dalam proses rekapitulasi untuk perolehan kursi DPR RI itu pihaknya mengalami pengurangan suara.
"Bahwa penghilangan suara milik pemohon (Partai Gerindra) atau lebih tepatnya perampokan suara pemohon dilakukan dengan sangat biadab, jauh dari prinsip demokrasi bahkan lebih tepat diistilahkan perbuatan kriminal dalam demokrasi," tutur salah seorang kuasa hukum Partai Gerindra yang tidak disebutkan namanya dalam ruang sidang pleno MK RI, Senin (29/4/2024).
Baca juga: Prabowo Ungkap 2 Perubahan Sikap Jokowi Pasca-KPU Umumkan Pemenang Pilpres, Termasuk ke Luar Negeri
Tak hanya itu, proses rekapitulasi suara di provinsi tersebut menurut Partai Gerindra dilakukan secara tidak transparan.
Bahkan, mereka meyakini terdapat banyak partai politik yang perolehan suaranya beralih ke partai lain.
"Rekapitulasi di tingkat kabupaten kota dilaksanakan dengan cara serampangan, tidak transparan, sembunyi-sembunyi yang menyebabkan suara beberapa partai berpindah ke partai lain," ujar dia.
Dalam posisi ini, kuasa hukum Partai Gerindra tersebut menyatakan ada seorang saksinya yang meninggal dunia.
Baca juga: Hakim Arsul Sani tetap Ikut Sidang Sengketa Pileg terkait PPP, Tapi Tak Ikut Memutus Perkara
Hal itu disebabkan karena adanya kegiatan rekapitulasi yang rusuh sehingga korban mendapatkan lemparan batu di bagian kepala.
"Izin menambahkan sedikit yang mulia, bahwa pada proses pleno salah satu di Kabupaten Papua, tim saksi pemohon sampai meninggal akibat dilempar batu dan mengenai kepalanya, jadi pada saat itu kerusuhan yang mulia," ujar dia.
"Sampai meninggal?" tanya hakim MK RI Arief Hidayat di persidangan.
"Sampai meninggal," jawab kubu Gerindra.
"Ada bukti visum atau macam-macam itu ada enggak?" tanya lagi hakim Arief.