TRIBUNNEWS.COM - Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana untuk menambah jumlah kementerian pada pemerintahan mendatang dari 34 kursi menjadi 40 kursi.
Rencana itu mendapatkan sorotan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Fauzi alias Ray Rangkuti.
Menurutnya, rencana penambahan kementerian ini justru berpeluang membuat birokrasi pemerintahan tak efisien.
Selain itu, hal ini menunjukkan lemahnya posisi Prabowo di hadapan koalisi pendukungnya.
“Penambahan anggota kabinet berpeluang menambah birokrasi pemerintahan, yang akan berujung pada makin panjangnya birokrasi pengambilan keputusan.”
“Hal ini sekaligus sinyal bagi lemahnya posisi Pak Prabowo di hadapan teman-teman koalisinya. Lemah juga dalam menangani konflik-konflik kepentingan yang niscaya akan selalu hadir dalam pemerintahan,” kata Ray dalam keterangannya, Kamis (9/5/2024), dilansir WartaKotalive.com.
Ia berpendapat, hal ini adalah sinyal mengenai lemahnya manajemen konflik dalam kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Rencana itu sekaligus menunjukkan dua kelemahan terkait kepemimpinan Prabowo.
“Pertama, kelemahan dalam mengelola dan menghadapi tuntutan koalisi."
"Kedua, kelemahan dalam visi membangun pemerintahan yang efektif dan efesien,” ujar Ray.
Beberapa pekan sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa hasil Pilpres 2024, menurutnya publik belum mendengar ide yang berhubungan dengan situasi kekinian dari Prabowo-Gibran.
Baca juga: Elite PAN Kasih Kode Jatah Menteri, Prabowo: Kalau Orang Medan Bilang Masuk Itu Barang
Contohnya, soal tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT), harga bahan pokok yang terus naik, dll.
Presiden dan wakil presiden terpilih ini justru lebih banyak mengutarakan ide yang berpusat pada pengelolaan kekuasaan.
“Prabowo-Gibran malah lebih sibuk mengutarakan ide elitis yang berpusat pada pengelolaan kekuasaan antar elit."
"Dari silaturahmi elit, rencana koalisi, presidential club dan kini penambahan jumlah menteri."
"Semua narasi ini lebih berkesan memuluskan jalan tahta bagi elit parpol, bukan tahta bagi rakyat,” jelas Ray.
Prabowo Belum Bahas
Sementara itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan Prabowo Subianto belum membahas wacana penambahan jumlah kementerian.
Dasco mengaku bingung atas wacana yang beredar soal penambahan jumlah kementerian.
"Nah, itu (wacana penambahan jumlah kementerian) juga saya juga bingung," kata Dasco seusai acara Halalbihalal DPD Gerindra DKI Jakarta di Tavia Heritage Hotel, Kamis.
Ia menganggap munculnya wacana ini sebagai bagian dari aspirasi masyarakat.
"Saya pikir itu juga merupakan masukan aspirasi karena yang beredar ada penambahan kementerian ini-itu," ujar Dasco.
Menurutnya, sejauh ini Prabowo masih fokus untuk merancang program yang dijanjikannya ketika kampanye.
"Sampai dengan saat ini Pak Prabowo masih fokus justru untuk merancang janji program yang dijanjikan dalam kampanye."
"Nah itu untuk nomenklatur, kementerian itu belum ada," ucapnya.
Belakangan ini Prabowo disebut akan menambah jumlah kementerian menjadi 40 pada pemerintahan mendatang.
Namun, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Prabowo mengenai kebenaran isu tersebut.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul: Rencana Tambah Kementerian Mendapat Sorotan, Tanda Sinyal Buruk Lemahnya Posisi Prabowo.
(Tribunnews.com/Deni/Fersianus)(WartaKotalive.com/Fitriyandi)