"Tidak harus (pelantikan) waktunya serempak," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian.
Isu penyeragaman jadwal pelantikan kepala daerah ini menjadi isu krusial menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) belum lama ini.
Putusan ini dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran jadwal pelantikan kepala daerah terpilih boleh jadi berbeda-beda, meskipun pilkada berlangsung serentak pada 27 November nanti.
Tito mengakui hal ini, namun menegaskan bahwa keserentakan jadwal pelantikan seluruh kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota bukan hal yang mudah.
Ia menegaskan, pemerintah menghormati hak calon kepala daerah untuk mengajukan sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Mungkin Desember (penghitungan dan rekapitulasi suara Pilkada 2024) selesai, Januari pelantikan, yang paling cepat mungkin Desember atau Januari. Tapi kita juga enggak menutup kemungkinan karena kan ada hak untuk mengajukan gugatan di MK. Ada yang bisa cepat, bisa juga lambat," ujar Tito.
Eks Kapolri itu memberi contoh, pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2020 di Kalimantan Selatan memakan waktu sekitar 8 bulan.
Ketika itu, cagub-cawagub Kalsel Denny Indrayana-Difriadi 2 kali mengajukan sengketa hasil pilkada ke MK.
Sengketa pertama dikabulkan MK dan Mahkamah memerintahkan pilkada ulang.
Kembali kalah, Denny-Difriadi kembali mengajukan sengketa, namun kali ini majelis hakim menolaknya.
Contoh lain, ujar Tito, adalah sengketa hasil Pilkada 2020 di Yalimo, Papua, yang memakan waktu lebih dari setahun sebelum pemerintah dapat melantik kepala daerah definitif pemenang pilkada.
"Kita berharap tentunya ini tidak terlalu lama, sehingga pejabat definitif terpilih, begitu definitif terpilih segera kita lantik. Jadi tidak harus waktunya serempak, tapi kita harap mudah-mudahan tidak banyak sengketa sehingga pelantikannya akan cepat dan tidak jauh dengan masa pelantikan presiden terpilih," ujar Tito. (Tribun Network/mar/wly)