Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal pencalonan kepala daerah merupakan angin segar bagi demokrasi yang sehat.
Pasalnya, masyarakat kini berkesempatan mendapat banyak pilihan alternatif calon kepala daerah ketimbang kotak kosong atau terbatas referensi pilihan akibat monopoli partai politik.
Baca juga: Kata 3 Elite PDIP soal Peluang Usung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024
"Jadi ini putusan MK bagi kami itu memberi ruang angin segar bagi sehatnya demokrasi. Demokrasi kita pasti makin sehat," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Rendy NS Umboh saat dikonfirmasi, Rabu (21/8/2024).
Menilik pilkada ke belakang, Rendy menilai proses pencalonan kepala daerah selalu 'diborong' oleh partai politik besar.
Selain menutup ruang pilihan alternatif, langkah itu juga membuka peluang transaksional atau dalam internal partai. Meski di satu sisi terdapat sanksi terkait mahar politik itu.
Baca juga: Putusan MK Bawa Angin Segar bagi PDIP, Kini Syaratkan 1 Hal untuk Usung Anies, Takut Dikhianati?
"Kalau kita buka sejarahnya sejak (pilkada) 2015, 2017, 2018, 2020 sampai sekarang, memborong partai politik," ujarnya.
"Padahal ada pasal terkait larangan mahar politik, larangan untuk membayar atau memberi imbalan kepada partai politik yang sanksinya memang tidak ada pidananya, tapi sanksinya kalau ketahuan lewat putusan inkrah dari pengadilan tidak diikutkan pada pilkada selanjutnya," sambung Rendy.
Sebagai informasi, MK memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.
MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.
Baca juga: Tersandung Putusan MK Usia Cagub Minimal 30 Tahun, Kaesang Terancam Gagal Maju Pilgub 2024
"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).