News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2024

Putusan MK soal Usia Cagub Ditolak DPR, PDIP: Waktunya Rakyat Bersuara!

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi bendera PDIP.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengatakan saatnya seluruh rakyat harus bersikap dan bersuara.

Hal ini menanggapi keputusan panitia kerja (Panja) RUU Pilkada bentukan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menolak mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon.

Selain itu, Baleg DPR juga menolak putusan MK menurunkan ambang batas pencalonan Pilkada untuk semua partai politik.

Baleg hanya mengakomodir penurunan ambang batas pencalonan Pilkada bagi partai politik nonparlemen.

Deddy mengatakan secara politik PDIP tidak bisa melakukan apa-apa karena kalah dalam voting, yakni 1 berbanding 8 dengan partai di DPR.

"Kami sedang mendalami langkah-langkah yang mungkin dilakukan. Kelihatannya ini adalah waktunya untuk rakyat bersikap dan bersuara," kata Deddy kepada Tribunnews.com, Rabu (21/8/2024).

Deddy menganggap Panja RUU Pilkada mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik.

Menurutnya, tindakan Panja RUU Pilkada sangat tercela dan tidak etis.

"Baleg merevisi UU Pilkada yang tidak ada dalam Prolegnas, melalui penggunaan kekuasaan politik legislasi untuk melawan konstitusi dan MK," ucap Deddy.

Deddy berpendapat, Panja RUU Pilkada telah melakukan melakukan perlawanan terhadap putusan MK dengan mengganti UU untuk membatalkan.

"Padahal putusan MK itu bersifat final and binding dan harus dilaksanakan segera," ungkapnya.

Dia menegaskan Baleg seharusnya menggunakan kekuasaannya untuk membahas UU yang diperlukan rakyat, bukan untuk kepentingan dinasti politik.

"Partai-partai yang menyetujui revisi itu seolah membiarkan lembaga DPR sekedar menjadi tukang stempel kekuasaan dengan mengabaikan suara rakyat dan meminggirkan nalar," tutur Deddy.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini