News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Rano Karno Bicara soal Banjir, Persija hingga Program Kerja: Jakarta nggak Perlu Janji-janji Bohong

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno berpose usai melakukan sesi wawancara khusus dengan Tribun Network di kawasan Cinere, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2024). Pada kesempatan tersebut Bang Doel sapaan akrab Rano Karno siap membangun Jakarta berkesinambungan bukan terpisah dengan pembangunan sebelumnya jika terpilih nanti bersama Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rano Karno tak pernah menyangka ia akan ditunjuk menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendampingi Pramono Anung.

Di usianya kini sudah 63, Rano tak punya lagi keinginan menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.

Menjadi anggota DPR RI dirasanya sudah cukup.

Namun perintah Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP tak bisa dibantahnya. Ia harus siap.

Baca juga: Rano Berbagi Tugas dengan Pramono Jika Menang: Dia Siapkan Menunya, Saya yang Goreng

Maka itu, ia dan Pramono Anung juga sudah menyiapkan sederet rencana dan program kerja jika nanti berhasil memenangi Pilkada DKI 2024. Termasuk apa yang akan dilakukannya terhadap Persija Jakarta.

Dalam wawancara eksklusifnya bersama Tribunnews.com, Rano membeberkan beberapa janji kampanyenya sebagai cawagub DKI Jakarta.

Berikut wawancara lengkapnya:

Banyak orang menunggu sebenarnya janji konkret Bang Dul kepada warga Betawi, warga DKI itu apa konkretnya?

APBD 2024 sudah diketuk (untuk) 2025. Rp 85 triliun. Prioritas utama kita kalau insya Allah kita jadi wakil gubernur, Mas Pram jadi gubernur, kita jalani ini.

Karena ini udah kesepakatan DPRD. Nggak bisa. Jangan sok belagu deh. Kita punya visi misi, akan kita masukan ke dalam anggaran perubahan. Makanya saya bilang, maaf. Pemerintah itu cuma dua. Urusan wajib sama urusan pilihan.

Wajib itu adalah semua yang berhubungan dengan dasar. Pendidikan, kesehatan, perhubungan. Ini baru dipecah. Pendidikan ke mana nih, siapa urusan PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, atau Universitas. Ini tugasnya siapa wewenangnya. Artinya itu menjadi prioritas kita kalau kita berbicara tentang PPDB.

PPDB ini setiap tahun pasti masalah. Cuma kebetulan, pengalaman saya di Komisi X, yang selalu kita bahas, kita juga ngomong sama Pak Menteri. Pak Menteri, mbok ini direvisi. Ini kan Permen.

Baca juga: Rano Karno Mengaku Seakan Dapat Bisikan Babeh Sabeni Saat Diperintah Megawati Maju Pilgub Jakarta

PPDB itu bukan Undang-Undang. Artinya tolong diini (direvisi). Akhirnya "jujurlah" permasalahan ada di mana PPDB itu. Ternyata jumlah gedung sekolah negeri itu kurang.

SD lulus 18 ribu. Habis lulus ke SMP. SMP cuma bisa menampung 10 ribu, yang 8 ribu jadinya ke mana? Berarti larinya ke swasta. Untuk nampung ini akhirnya dibikinlah zonasi, afirmasi, prestasi.

Tapi untung Jakarta nggak seribet Banten. Banten lebih ribet. Maaf, sekarang kita mau yang namanya daftar online. Banten daerah Lebak masih ada yang blankspot, bagaimana mereka mau daftar.

Kalau Jakarta nggak terlalu masalah, bukan tidak ada masalah. Ada masalah. Kan setiap tahun anak berjumlah, populasi bertambah. Ini bagaimana caranya? Itu misalnya kita bicara pendidikan, kesehatan, segala macam.

Bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung-Rano Karno bertemu mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo di Museum MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2024). (Tribunnews.com/ Reza Deni)

Stunting. Ibu selalu bicara tentang stunting. Sampai kami ini diwajibkan menanam 10 tanaman pendamping beras. Apa? Oke, sorgum kita nggak mungkin. Saya diperintahkan, kita diperintahkan, apa? Ubi, singkong, sukun, jagung.

Suatu saat kalau beras nggak ada bagaimana? Ibu sampai berpikir tentang itu. Ibu nggak pernah berhenti berpikir tentang Indonesia. Bingung saya.

Bang Dul, Anda pernah memimpin Banten. Pasti hafal juga lah Banten. Warga Jakarta hafal juga. Apa sih Bang bedanya memimpin Banten sama Jakarta menurut pemahaman Abang?

Secara geografis berbeda. Banten itu cuma 8 kabupaten/kota. Dan setiap kota punya pimpinan masing-masing. Jakarta dia punya 5 wilayah dan satu kepulauan. 5 wilayah dipimpin walikota yang dipilih kami.

Baca juga: Kata Rano Karno soal Visi-Misi RK: Dia Arsitek, Si Doel Tukang Insinyur

Wali kota ini administrasi. Jadi semua pertanggung jawaban ada di kami. Kita bisa mapping, maaf mapping. Jakarta Utara industri, Jakarta Selatan perumahan, Jakarta Barat ekonomi. Kita tinggal lihat ada titik permasalahan di mana. Oh ini. Oke.

Maaf saya waktu jadi Gubernur Banten, saya pernah menjadi ketua tim koordinasi Jabodetabekpunjur. Pernah sekali waktu. Maaf, Gubernur Jawa Barat itu anak buah saya pada waktu itu. Karena kita kan rapat koordinasi.

Jakarta, siang itu bisa sekitar 13 sampai 14 juta. Malam 9 juta. Nah 3 atau 4 juta ini kan semua datang dari luar. Bekasi, Tangerang, mau Tangsel. Ini kan harus diatur.

Makanya Mas Anies punya konsep benar. Bangun pekerjaan yang nggak jauh dari area tinggal. Supaya pergerakan tidak terlalu besar. Cuma kan masalah ini, tata ruang di Jakarta tidak seketat di wilayah yang lain. Sudah jadi.

Sejarah Jakarta dari mulai VOC memang bandar. Dia bandar ibu kota. Semua tumpuan ada di sini. Makanya kalau dilihat geografis, demografis, Jakarta ini 34 persen Jawa, Betawi 31%, yang lain cuma sisa.

Saya kan harus bijak walaupun saya anak Betawi. Eh nggak bisa gua hanya mikirin Betawi. Ini ada saudara gua dari Padang karena bapak gua Padang. Artinya kalau bicara begitu kan. Nah mari kita bangun sama-sama.

Artinya kalau pertanyaannya apakah Banten dengan Jakarta beda? Pasti pendekatannya beda. Populasi Banten cuma 8 juta DPT. Jakarta 13 sampai 14 juta dan 9 juta.

Pertanyaannya, Bang kalau macet bagaimana? Ada kejadian menarik. Kok bisa waktu lebaran Jakarta kosong. Itu sebetulnya kita pikir. Ya mungkin kita tentu akan undang para pakar.

Karena secara transport, area, jalan, Jakarta sudah tidak bisa berkembang. Stuck dia. Diciptakanlah busway, LRT, MRT, kalau nggak begitu, nggak bisa. Tentu pembangunan pasti ada pengorbanan. Pasti ada.

Manakala nanti dapat amanah jadi Gubernur dan Wakil Gubernur, orang sering bertanya bagaimana menjalin komunikasi yang efektif dengan pemerintah pusat Pak Prabowo-Gibran?

Dulu waktu zaman Pak Anies itu muncul anggapan bahwa Pak Anies nggak cocok sama Pak Jokowi sebagai Presiden. Abang bagaimana?

Kan saya nggak cita-cita sebagai presiden.

Pak Prabowo dan Gibran?

Artinya begini lho. Saya maaf, nuwun sewu, saya punya pengalaman di Provinsi Banten, bahwa memang Gubernur adalah perwakilan pemerintah pusat. Itu fungsinya gubernur.

Jangan lu ngimpi jadi presiden. Ya maaf, mungkin dulu ada yang ngimpi jadi presiden, makanya yang presiden bener lihat, nggak bener nih. Akhirnya apa? APBN nggak bisa membantu daerah.

Di manapun, kecuali Jakarta, APBD di daerah yang lain belum sanggup membangun wilayahnya. Artinya membutuhkan bantuan pusat. Maaf, nuwun sewu. Solo berkembang. Oke, mungkin walikotanya Mas Gibran.

Kita nggak usah ngiri kalau memang Solo itu berkembang karena banyak program APBN ada di sini. Itu normally. Saya waktu Gubernur Banten, saya minta sama Pak Jokowi, boleh sampean wawancara. Saya minta apa? Tol Serang - Panimbang. Untuk menunjang kawasan khusus Tanjung Lesung. Saya ngomong lagi.

Saya tidak merasa dekat dengan Pak Jokowi, tapi saya kenal. Apalagi kebetulan pada waktu beliau jadi Gubernur DKI pernah berkunjung ke Banten, saya dampingi.

Beliau juga tanya, kenapa bisa begini Banten? Ya maaf yang dia lihat Karawaci, Tangsel, Lippo. Tapi begitu dia ke sana, blek (jomplang) begitu kan. Itulah saya bilang Banten dari dulu hanya tempat lintasan.

Saudara kita dari Merak, nyebrang dari Sumatra ke Merak, dia langsung ke Jakarta. Jarang yang ke Kota Serang, Lebak, Pandeglang. Pak, ini Carita sampai Anyer itu jalan zaman Daendels.

Nggak ada infrastruktur yang berkembang. Kenapa nggak dijalanin? Nggak mungkin PAD Banten bisa itu, Pak. Kami baru Rp 14 triliun. Jakarta yang 10 menit. Apa yang saya bilang sama beliau.

Satu-satunya provinsi di Indonesia yang secara kepemerintahan aneh. Anda boleh cek. Banten itu Kapoldanya dua. Polda Banten sama Polda Metro. Pangdam 2, Pangdam Siliwangi sama Pangdam Jaya. Kita mau koordinasi sama siape?

Jadi waktu tahun 2000 dia berdiri sebagai provinsi, ini tidak terdesain dengan baik. Bayangin orang yang tinggal di BSD Alam Sutera semua kan (pelat) mobilnya B, Bukan A.

Berapa banyak potensi pajak hilang. Jadi artinya harus setiap daerah bekerja sama dengan pusat. Tentu pusat juga akan mempunyai skala prioritas.

Jadi walaupun warnanya beda nggak apa-apa ya?

Oh nggak apa-apa. Saya yakin juga Pak Prabowo sebagai presiden paham. Apalagi, maaf, misalnya Jakarta-Banten. Banten itu di Pulau Jawa selain yang ke arah timur, Banten itu bisa didevelop.

Pandeglang, Lebak ini masih wilayah terbuka. Saya bahkan pernah ngomong sama Pak Jokowi. Pak maaf, nuwun sewu, 2003 Ibu telah melakukan peletakan batu pertama pembuatan pelabuhan Bojonegoro.

Bayangin, tol Serang macet setiap hari. 80% industri Banten dibawa ke Tanjung Priok. Kenapa nggak bikin pelabuhan. Dan Ibu Mega telah melakukan groundbreaking 2003 di Bojonegoro.

Wah iya, waktu itu kita masih fokus di Patimban. Belumlah terbangun. Bayangin 80%. Wong yang namanya Krakatau Steel untung mereka punya pelabuhan sendiri.

Coba kalau harus dari Krakatau Steel bawa ke Tanjung Priok. Bagaimana coba ngirim jembatan ke Papua? Kan itu bikinnya di situ.

Besinya dari Krakatau Steel bikinnya di Jawa Timur Surabaya.

Bawa baru ke Papua, yang jembatan merah (Holtekamp) itu kan. Itulah yang terjadi.

Semua pemerintah daerah harus harmonis dengan pemerintah pusat. Dan pemerintah pusat juga harus memberikan kontribusinya.

Karena nggak mungkin, apapun, termasuk DKI. Apabila besok di saat DKI di saat tidak jadi ibukota pasti akan ada penurunan PAD.

Bang, ini klasik, semua gubernur pasti mengalami. Banjir Bang. Kalau Abang enaknya diapain banjir air ini?

Itu juga jadi aneh sebetulnya. Begini lah. Itulah kenapa, kami itu PDI Perjuangan selalu mengusulkan kembali kepada GBHN. Atau perencanaan pembangunan semesta.

Artinya, siapapun pimpinan ini harus terdesain. Nggak mungkin dalam waktu 5 tahun siapapun gubernurnya bisa menyelesaikan. Nggak mungkin.

No. Udahlah nggak usah janji-janji begitu. Capek orang Betawi. Capek. Kita paham. Sekarang oke, kita mikirin misalnya. Jalan. Mana dulu prioritas utama, mau dari pinggir atau dari tengah? Dari tengah artinya maaf dari Jakarta Pusat baru ke pinggir.

Problematik banjir ada di mana? Ada di bawah misalnya. Ini dulu skala prioritas. Ya misalnya tiba-tiba Istana banjir kan aneh. Berarti kan ada sesuatu yang salah. Bukan berarti ada sesuatu yang salah.

Bukan berarti Istana nggak boleh banjir, kalau memang hujannya besar dan nggak bisa nampung, mau nggak mau kan?

Ya waktu zaman Pak SBY kan terpaksa dibuka?

Betul, tapi kan artinya itu bisa terdeteksi. Ini pakar-pakar alam, oseanografi, segala macam. Sekarang Jakarta Utara sana sudah mulai penurunan 10 cm.

Makanya ada wacana The Great Water Wall (Giant Sea Wall). Tapi itu adalah program nasional, bukan program Jakarta. Jakarta mikirin betulin got aja deh. Drainase.

Salah satu, maaf, yang saya tahu pengertian dari jauh, karena saya belum masuk, semua drainase di Jakarta ini semua drainase lama.

Bahkan mungkin pernah denger, digali lah jalan di Kota Tua sana, masih ada trem di bawahnya. Itu realita kan? Berarti kan harus kita ubah semuanya. Drainasenya kecil-kecil.

Kalau kita ke Prancis, buset, truck aja bisa masuk. Bisa bikin film di dalem got gede begitu. Sampai begitu. Artinya apa? Perencanaan itu mesti panjang. Nggak bisa begini.

Di saat ini pembangunan, pasti harus ada yang dikorbankan. Orang bilang pembongkaran, penggusuran. Pasti. Kalau nggak begitu, saya nggak mau. Masa' sih mau begini terus?

Saya minta maaf 63 tahun saya gede di Jakarta. Saya lahir tahun 60, sebujek-bujek banget Betawi bilang, saya gede di sini.

Paham saya walaupun saya nggak tahu. Paham itu melihat dari luar, tahu itu kalau udah masuk ke dalam. Baru kita tahu apa sih masalahnya. Kita lihat kemarin Manggarai kebakaran.

Bagaimana nggak mau kebakaran kalau jalanan rumah cuma 1 meter? Bagaimana pemadam mau masuk? Bagaimana mobil mau evakuasi? Bagaimana sumber air nggak ada? Pertanyaannya apa mau begini melulu? Saya nggak mau. Mau populer mau nggak, saya harus kerjain sesuatu.

Bang Dul, orang ingin tahu konsepnya Bang Dul soal Persija dan The Jakmania. Persija. Calon lain sudah janjiin, kalau nanti menang Persija mau main di lapangan nggak bayar. Gratis pakai JIS. Abang bagaimana?

Inti pertama saya selalu jawab, saya ingin sekali olahraga adalah sport. Ukuran pertama sportivitas. Artinya saya tidak ingin ada benturan antara Jakmania dengan Bobotoh.

Biarkan saja dia menjadi olahraga. Persaingan pasti ada. Nggak mungkin olahraga tidak ada menang tidak ada kalah, seri ada. Tapi kalau seri berarti kita kalah.

Artinya, saya ditanya, Bang bagaimana kalau Abang jadi JIS gratis? Nggak mungkin. Mana mungkin JIS bisa gratis? Ya kalau gratis operasionalnya bagaimana? Bayar listrik bagaimana? Rumput yang mau ngurus siapa?

APBD?

Nggak sanggup. APBD itu kalau dihitung mungkin, maaf saya denger, saya baru denger, sewa JIS katanya Rp 1 miliar. Kompetisi cuma ada 25 kali. Kalau dihitung Rp 1 miliar kali 25 cuma Rp 25 miliar setahun. Apa mungkin JIS bisa? Nggak keburu kan?

Artinya harus ada cara lain. Maaf kalau saya ditanya, makanya yang saya tahu, misalnya kita lihat Liga Inggris. Kalau kamu ambil paket ini harganya sekian, kalau kamu ambil cuma setengah kompetisi harganya sekian.

Pemda bisa memberikan keringanan. Apa? Pajak misalnya. Bisa. Sewa bisa nggak dikurangi? Bisa. Tapi digratisin nggak mungkin.

Artinya nggak usah janji yang nggak bisa dijalani?

Nggak perlu lah, malah saya ingin Jakmania itu lebih effortnya daripada hanya sekadar penggemar sepak bola. Bayangin Allianz (Arena) di Jerman. Stadion, di situ ada bisnis area, semua konten UMKM-nya Jerman, sekarang bisa anak-anak Jakmania mensupply. Kita punya store segala macem. Bisa.

Itu yang paling realistis?

Realistis. Udahlah Jakarta ini nggak perlu janji-janji bohong. Nggak salah kalau nyoblos kite deh. Hahaha. (tribun network/git/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini