News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Ungkap Jumlah Tindak Pidana di Pilkada 2024 Kemungkinan Bakal Naik

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan tindak pidana di Pilkada 2024 kemungkinan bakal naik. Pasalnya jumlah wilayah yang melaksanakan pilkada kali ini jauh lebih banyak jika dibanding pada Pilkada 2020 lalu.

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan tindak pidana di Pilkada 2024 kemungkinan bakal naik. 

Pasalnya jumlah wilayah yang melaksanakan pilkada kali ini jauh lebih banyak jika dibanding pada Pilkada 2020 lalu.

Baca juga: Kewenangan di Pilkada Tak Dianggap, MRP Papua Barat Daya Akan Laporkan KPU ke Bawaslu dan DKPP RI

Sebagai informasi, pilkada serentak kali ini diadakan di 508 kabupaten/kita dan 37 provinsi kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kita berharap kasus pidana pemilihan di 2024 menurun tapi dengan banyaknya wilayah yang mengadakan pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati dapat dibayangkan juga tindak pidana yang kemungkinan akan naik," kata Bagja melalui keterangannya, Rabu (2/10/2024). 

Penanganan pelanggaran yang dilakukan Bawaslu pada Pilkada 2020 yakni tercatat 3.746 temuan dan 1.588 laporan dengan total 5.334. 

Laporan itu berasal dari masyarakat. 

Sementara temuan merupakan upaya Bawaslu dalam menggali informasi dan menemukan adanya dugaan tindak pidana.

Bagja menjelaskan, ada empat jenis pelanggaran yaitu pelanggaran tindak pidana pemilihan, dengan jumlah 182 kasus.

Modus terbanyaknya adalah kepala desa menguntungkan salah satu pasangan calon serta melakukan politik uang.

Baca juga: Terkait Pilkada 2024, Kominfo Ungkap Sebagian Daerah di Pulau Jawa Akses Internet Belum Cukup Baik

Kedua, pelanggaran administrasi pemilihan 1.532 kasus yang tren tertingginya ialah pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Sedangkan, untuk pelanggaran kode etik penyelenggara ada 292 perkara. 

Dia mencontohkan salah satu tren yang menarik adalah keberpihakan petugas ad hoc kepada salah satu calon pasangan.

"Terakhir jumlah pelanggaran hukum lainnya ada 1.570. Dalam hal ini paling banuak perkaranya itu adalah ASN memberikan dukungan politik lewat medsos dan tidak netral," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini