Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengatakan pihaknya tengah mendalami dugaan mobilisasi kepala desa di Semarang yang diduga diarahkan untuk memilih salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah.
Saat ini, jelas Bagja, Bawaslu Kota Semarang masih melakukan kajian terkait pertemuan tersebut.
“Kami lagi menunggu informasi dari Bawaslu Kota Semarang. Apakah ini termasuk dugaan tindak pemilihan, ataupun pelanggaran netralitas, ataupun bukan pelanggaran,” jelasnya di Media Center Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024).
Jika terbukti adanya pelanggaran, para pelaku terancam hukuman pidana, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Sanksinya dalam undang-undang, sanksi kepada yang terbukti melakukan adalah pidana penjara 1 bulan paling singkat, dan paling lama 6 bulan, atau denda paling sedikit 600 ribu rupiah, atau paling banyak 6 juta rupiah,” ungkap Bagja.
Menurutnya, apabila kasus ini berkembang dan terbukti sebagai pelanggaran pidana, sanksi yang lebih berat dapat dikenakan, termasuk pencopotan jabatan kepala desa.
Namun, Bagja menegaskan jika yang dilanggar hanya terkait netralitas tanpa unsur pidana, sanksinya bukan dalam bentuk hukuman pidana.
“Kalau netralitas kan hampir biasanya sanksinya bukan sanksi pidana. Jadi kemungkinan masih menjabat,” jelas Bagja.
Dalam proses kajian selama lima hari, Bawaslu akan memutuskan apakah kejadian tersebut akan masuk kategori temuan pelanggaran atau hanya upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak pengawas.
“Status temuan, kalau itu termasuk temuan, ataupun itu upaya pencegahan. Kalau upaya pencegahan tentu angkanya tidak menjadi pelanggaran. Sehingga kemudian potensi terjadi pelanggaran bisa dicegah oleh teman-teman Bawaslu Kota Semarang,” pungkas Bagja.