Laporan khusus Tim Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 menjadi ajang pertarungan bagi para calon pemimpin di 545 daerah di Indonesia. Sebanyak 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, menggelar pesta demokrasi Pilkada secara serentak, pada Rabu, 27 November 2024, hari ini.
Sayangnya, kontestasi calon pemimpin daerah yang seharusnya digelar sebagaimana prinsip pemilu bersih itu belum terealisasikan dengan baik.
Sejumlah pasangan calon (paslon) di beberapa daerah tertentu diduga masih melancarkan 'serangan fajar' atau praktik politik uang atau money politics untuk memengaruhi pilihan masyarakat.
Praktik semacam ini berpotensi menjadi penyakit serius bagi kualitas pemilu dan demokrasi di Indonesia.
Padahal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara jelas telah mengatur terkait hal tersebut dalam Pasal 66 Peraturan KPU (PKPU) 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
"Calon, dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau pemilih," demikian bunyi Pasal a quo.
Baca juga: Pasar Induk Cipinang Kewalahan Layani Pesanan 2.500 Ton Beras Timses Pramono-Doel dan 300 Ton RIDO
Tribunnews menemukan 'serangan fajar' dari paslon Pilkada ini di beberapa daerah.
Tak hanya Pilkada di Jakarta, praktik politik uang juga terjadi di beberapa daerah penyangga di sekitarnya.
Salah satu penerimanya adalah TV (36), warga Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Ia mengaku menerima paket sembako diduga dari paslon nomor 03 pemilihan calon bupati dan calon wakil bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika dan Budi Hermawan.
Baca juga: Hasil Quick Count Pilkada Kabupaten Serang: Istri Yandri Susanto Unggul Jauh dari Anak Ratu Atut
TV menjelaskan, paket sembako yang berisi satu liter minyak goreng, satu kilogram gula, dan tiga kilogram beras tersebut diberikan kepadanya secara cuma-cuma.
Menurut TV, seharusnya ia tidak mendapatkan sembako tersebut lantaran dia tidak berdomisili di Kelurahan Cipaisan.
Namun, karena alamat di KTP-nya masih tercantum sebagai warga Kelurahan Cipaisan, yang merupakan alamat rumah saudaranya, maka nama TV masuk dalam pendataan tim paslon tersebut.