TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyinggung soal fenomena "Partai Cokelat" atau barisan polisi.
Terutama soal dugaan pelibatan anggota Polri untuk memenangkan salah satu pasangan calon (paslon) dalam gelaran Pilkada 2024.
Menurut Hasto, ada upaya pengondisian yang masif kepada anggota Polri untuk mewujudkan keinginan tertentu.
Terkait hal tersebut, Hasto meminta kepada seluruh anggota Polri di Indonesia untuk bisa mengedepankan marwahnya dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
Menurutnya, Polri bukanlah alat bagi segelintir pihak.
"PDI Perjuangan, di dalam Pilkada Serentak ini, ketika kami mempersoalkan tentang fenomena Partai Coklat, fenomena bagaimana Jokowi harus digerakkan oleh ambisi-ambisi kekuasaan demi kepentingan keluarga dan pribadi, dan kemudian membuat suatu norma-norma baru sehingga Kepolisian Republik Indonesia yang seharusnya mengabdi kepada Merah Putih, loyal kepada Presiden Prabowo Subianto, di dalam praktik banyak disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Minggu (1/12/2024).
Dalam pertemuan tersebut, di depan awak media, Hasto juga turut menampilkan foto mendiang mantan Kapolri, Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso.
Menurut Hasto, sejatinya setiap anggota Polri masa kini harus bisa meneladani sikap dari Hoegeng yang menjadi salah satu teladan Polri.
"Karena itulah kami mengajak seluruh aparatur Kepolisian Republik Indonesia, mari kita jaga spirit Polri Merah Putih, kita jaga seluruh keteladanan yang diberikan, seluruh kepercayaan rakyat-rakyat, mandat rakyat di dalam menegakkan keadilan dan ketertiban hukum."
"Ada tampilan bagaimana Jenderal Hoegeng yang menjadi panutan, beliau bukan politisi, beliau polisi. Polisi Merah Putih, bukan Parcok," ungkap Hasto.
Hasto menilai fenomena Parcok itu telah digerakkan secara masif di beberapa wilayah dalam Pilkada 2024 kemarin.
Baca juga: PDIP Siap Beri Pendampingan Hukum untuk Connie Rahakundini yang Dipanggil Polda Metro Jaya
Pihaknya pun mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia agar dapat bersuara jika melihat masifnya pergerakan Polri di kontestasi Pemilu.
"Mari kita jaga kemerdekaan kita, kedaulatan kita, keberanian kita untuk berbicara, sehingga Republik Indonesia yang dipertaruhkan dengan susah payah oleh pendiri Republik dapat tegak kokoh berdiri," ujar Hasto.
Hal ini, kata Hasto, terlihat di Pilkada Banten 2024.
Ia mengklaim, pasangan Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi menang di Pilkada Banten 2024 kalau tidak ada peran dari Partai Cokelat.
"Jadi, kami percaya di banten seharusnya bu Airin dan Ade yang harusnya menang kalau tidak ada pengerahan berbagai instrumen dari parcok tadi."
"Kami yakin bu Airin dan Ade akan menang," lanjut Hasto.
Bahkan, kata Hasto, pihaknya telah membentuk tim khusus untuk mengadvokasi terkait hasil Pilkada di Banten.
Adapun tim advokasi itu dipimpin langsung oleh Yasonna H. Laoly dan juga Ronny Talapessy.
"DPP PDI Perjuangan juga membentuk tim khusus di bawah Kepemimpinan Pak Laoly dan Pak Ronny untuk melakukan advokasi di Banten," beber Hasto.
Tak hanya di Banten, Hasto juga menyoroti gelaran Pilkada di Sulawesi Utara.
Menurutnya, jika di provinsi tersebut tidak dilaksanakan pengerahan sampai ke gereja maka, Pilkada tersebut bisa dimenangkan oleh Steven Kandouw-Alfred Denny.
Pasangan Steven-Alfred merupakan kandidat gubernur-wakil gubernur yang diusung PDIP.
"Di Sulut, kalau tidak ada mobilisasi, tekanan-tekanan sampai gereja gereja, kepala kepala desa, anggota DPRD, kami meyakini saudara Steven Kandouw yang akan menang," ujar Hasto.
Selain dua wilayah tersebut, Hasto juga menyatakan ada dua provinsi lain yang juga campur tangan partai cokelat.
Adapun dua provinsi tersebut yakni, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Kedua provinsi itu menurut Hasto, dicampuri oleh alat-alat negara dan juga instrumen daru aparatur negara.
"Di Jateng, kami meyakini, sekiranya tidak ada instrumen kekuasaan dan sumber daya negara yang dikerahkan, kami meyakini Andika-Hendi akan menang."
"Sumut, Letjen Purnawirawan Edy dan Hasan Basri kami meyakini akan mampu memenangkan kalau tidak ada instrumen negara dan sumber sumber negara yang dikerahkan. Tidak ada upaya upaya di dalam membentengi ruang kebebasan demokrasi," tandas Hasto.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rizki Sandi Saputra)