“Demokrasi yang sehat adalah ketika setiap hasil pemilu dihormati, meski itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ini adalah proses yang harus dihargai oleh semua pihak,” jelas Budianto.
Budianto menambahkan, menghadapi hasil pemilu yang tidak diinginkan, seharusnya menjadi kesempatan PDIP untuk mencari solusi konstruktif, bukan justru mencari kambing hitam.
PDIP, menurut Budianto, seharusnya fokus pada upaya untuk meningkatkan kualitas kampanye mereka dan mendengarkan lebih banyak aspirasi masyarakat.
“Kami berharap PDIP dapat memperbaiki kualitas kampanye dan lebih fokus mendengarkan masyarakat. Ini adalah cara yang lebih positif daripada menyalahkan faktor eksternal semata,” jelas Budianto.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengatakan bahwa Jawa Tengah mengalami tekanan yang tinggi dalam masa pilkada serentak 2024.
"Jawa Tengah menghadapi suatu tekanan yang sangat kuat. Di Boyolali, Bung Ronny (Talapessy) memiliki data yang sangat kuat bagaimana instrumen parcok itu digerakkan sampai terjadi ketegangan," ujar Hasto di TPS 024, Jalan Kebagusan IV, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Rabu (27/11/2024).
Hal senada disampaikan Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus.
Dia mengklaim Jawa Tengah kini bukan lagi Kandang Banteng, melainkan kandang bantuan sosial (bansos) dan parcok atau partai cokelat.
"Sekarang rekan-rekan wartawan semua mulai hari ini bisa menyebut Jawa Tengah bukan sebagai kandang banteng lagi. Tapi sebagai kandang bansos dan parcok (partai cokelat)," kata Ketua DPP PDI-P Deddy Sitorus di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Baca juga: PDIP Tegaskan Jawa Tengah Masih Kandang Banteng Meski Perolehan Suara Andika-Hendrar Kalah
"Jadi jangan lagi sebut Jawa Tengah sebagai kandang banteng, tetapi sebagai kandang bansos dan parcok," ujarnya.