News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Formulir C6 di Pilkada Jakarta Dipersoalkan Kubu RIDO, Kubu Pramono-Rano: Mengada-ada

Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bendahara Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno, Charles Honoris. Kubu pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung - Rano Karno menanggapi terkait surat undangan atau formulir C6 dalam pemungutan suara Pilgub DKI Jakarta yang dipersoalkan kubu paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil - Suswono.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung - Rano Karno menanggapi terkait surat undangan atau formulir C6 dalam pemungutan suara Pilgub DKI Jakarta yang dipersoalkan kubu paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil - Suswono.

Bendahara Tim Pemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung - Rano Karno,  Charles Honoris menegaskan C6 bersifat pemberitahuan.

Baca juga: Hasil Rekapitulasi Pilkada Jakarta 2024: Pramono-Rano Karno Unggul di 5 Kecamatan Jakarta Utara

Tidak mendapatkan C6, lanjut dia, bukan berarti calon pemilih kehilangan haknya untuk memilih.

Calon pemilih, ungkapnya, tetap bisa datang ke TPS dengan membawa KTP.

Asalkan yang bersangkutan terdaftar di TPS tersebut, lanjutnya, maka yang bersangkutan tetap bisa memilih.

Baca juga: Pakar Hukum Endus Ada Pihak Pemberi Perintah Agar Terjadi Kecurangan di Pilkada Jakarta

Bahkan, kata dia, warga yang tidak terdaftar pun bisa datang ke TPS sebagai pemilih tambahan dan memberikan hak pilihnya pada pukul 12.00 sampai jam 13.00. 

Hal itu disampaikannya saat konferensi pers di Sekretariat Tim Pemenangan Menteng Jakarta Pusat pada Selasa (3/12/2024).

"Artinya kalau dikatakan bahwa karena C6 tidak terdistribusi dengan baik, sehingga seolah-olah di Jakarta ini ada konspirasi besar, ada upaya manipulasi, ini adalah sesuatu yang mengada-ada," kata Charles.

"Karena sekali lagi tidak mendapatkan pemberitahuan, yaitu C6 bukan berarti bahwa hak untuk memilih dari calon pemilih itu akan hilang," sambung dia.

Ia mengatakan fenomena tidak terdistribusinya C6 kepada warga tersebut tidak hanya terjadi di Jakarta melainkan juga di berbagai kota dan provinsi lainnya.

Selain itu, menurutnya endahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 tidak hanya terjadi di Jakarta melainkan juga di daerah lain.

"Di berbagai kota, berbagai provinsi juga ternyata teman-teman RT RW juga banyak yang tidak bisa membagikan C6 kepada semua pemilih," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) mendesak KPU menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah TPS dengan tingkat partisipasi rendah.

Sekretaris Tim Pemenangan RIDO Basri Baco menyatakan hal tersebut karena mengklaim pihaknya menemukan banyak masyarakat yang tak bisa menggunakan hak pilih karena tak mempunyai surat undangan atau formulir C6.

"Kami menuntut kepada KPU untuk melakukan PSU di semua TPS yang di dalamnya banyak warga yang tidak dapat undangan, padahal warga tersebut ada di dapat DPT (daftar pemilih tetap) yang dikeluarkan KPU," kata dia di kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (2/12/2024).

Baca juga: Sejumlah Warga Jatinegara Diduga Tak dapat Undangan Mencoblos di Pilkada Jakarta 2024

Menurutnya, hal itu menjadi salah satu penyebab tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada Jakarta 2024 terbilang cukup rendah, yaitu hanya berkisar di angka 50 persen.

Basri pun menuding ada faktor kesengajaan dari pihak KPU lantaran temuan ini terjadi di sejumlah lokasi yang dinilai menjadi lumbung suara pasangan Ridwan Kamil-Suswono.

Namun ia tak membeberkan lebih lanjut terkait lokasi-lokasi yang dimaksudnya itu.

"Ini terjadi benar-benar masif, sengaja dikondisikan, C6 itu sengaja ditahan-tahan, tidak diberikan," ujar dia.

Bahkan, ia menyebut, formulir C6 justru diberikan kepada warga yang ternyata sudah meninggal dunia.

Atas dasar itu dia menilai KPU DKI tidak netral dan profesional dalam menyelenggarakan Pilkada 2024.

"Sehingga pilkada ini bisa kita nyatakan pilkada yang cacat hukum, karena banyak hak-hak masyarakat yang dirugikan," kata Basri.

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini