Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan para teradu dalam hal ini Ketua KPU dan Ketua Bawaslu Bukittinggi tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana yang diadukan oleh seorang pengadu Murdani.
Adapun, Murdani melayangkan pelaporan kepada DKPP terhadap teradu dalam hal ini Ketua KPU Kota Bukittinggi Satria Putra dan Ketua Bawaslu Kota Bukittinggi Ruzi Haryadi atas dugaan penggelembungan suara di Pileg 2024.
"Dalil aduan pengadu tidak terbukti dan jawaban para teradu meyakinkan DKPP, para teradu tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelengara pemilu," kata Anggota Majelis Hakim DKPP Ratna Dewi Pettalolo dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Atas hal itu, Ketua Majelis Hakim DKPP Heddy Lugito menyatakan para teradu tidak bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan menolak seluruhnya permohonan pengadu.
"Memutuskan, kesatu, menolak pengaduan pengadu untuk seluruhnya," kata Heddy.
Baca juga: DKPP: KPU RI Lakukan Pembangkangan Hukum di Pileg 2024
Tak hanya itu, DKPP juga memutuskan agar adanya pemulihan nama baik terhadap para teradu.
"Kedua, merehabilitasi nama baik teradu I Satria Putra selaku Ketua merangkap Anggota KPU Kota Bukittinggi terhitung sejak keputusan ini dibacakan, merehabilitasi Anam baik teradu II Ruzi Haryadi selaku Ketua merangkap Anggota Bawaslu Kota Bukittinggi terhitung sejak keputusan dibacakan" kata Heddy.
Sebagai informasi, pengadu dalam hal ini Murdani melakukan pelaporan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara yang teregister dengan Nomor 204-PKE-DKPP/IX/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, pada Kamis (31/10/2024).
Ia mengadukan Ketua KPU Kota Bukittinggi Satria Putra dan Ketua Bawaslu Kota Bukittinggi Ruzi Haryadi masing-masing sebagai Teradu I dan II.
Kedua Teradu didalilkan telah menggelembungkan suara dan menguntungkan salah satu calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu tahun 2024 di delapan TPS yang berada di Kota Bukittinggi.
"Saya menduga terjadi kesalahan rekapitulasi suara karena kelalaian maupun hal-hal lain yang dilakukan oleh penyelenggara yang merugikan saya," ungkap Murdani dalam keterangan resmi yang diunggah laman resmi DKPP.
Pengadu mengaku telah melaporkan dugaan kesalahan rekapitulasi ini kepada Bawaslu Kota Bukittinggi dan meminta penghitungan suara ulang.
Menurutnya, Bawaslu berkesimpulan telah terjadi pelanggaran kode etik dalam proses tersebut.
Baca juga: KPU Diganjar Sanksi Peringatan Keras oleh DKPP soal Aturan Keterwakilan Perempuan 30 Persen di Pileg
"Tetapi apa yang kami temukan adalah kesalahan rekapitulasi lebih dari satu atau dua TPS, kesalahannya konsisten terjadi penambahan atau penggelembungan suara kepada salah satu calon anggota legislatif," lanjutnya.
Meski begitu, dirinya merasa menyesal karena tidak ada tindak lanjut atau follow up kesalahan rekapitulasi ini baik oleh KPU maupun Bawaslu Kota Bukittinggi.
Bahkan dia mengklaim, permintaanya untuk penghitungan ulang rekapitulasi suara tidak ada kejelasan.