TRIBUNNEWS.COM - Tidak kurang dari 700 lebih Kiai dari Majalengka, Jawa Barat, menghadiri Ijtima Ulama yang digelar di Balroom Hotel Aston, Cirebon, Sabtu (18/3/2023).
Salah satu hasil dari Ijtima Ulama tersebut meminta kepada elite NU agar tidak inlander dalam pesta demokrasi 2024 nanti.
“Langkah-langkah tersebut harus menjadi pedoman bagi seluruh warga Nahdliyin khususnya di Majalengka untuk terus membumikan nilai-nilai Islam Ahlussunah Wal Jamaah serta meraih tujuan dalam berjamiiyah,” kata Tokoh NU Majalengka, KH Maman Imanulhaq.
Ijtima Ulama Majalengka ini diinisiasi oleh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon. Menurut Kiai Maman Ijtima Ulama ini menghasilkan beberapa poin kesepakatan.
“Alhamdulillah hasil Ijtima Ulama Daerah Majalengka menghasilkan enam rekomendasi” katanya.
Baca juga: Tujuh Rekomendasi Ijtima Ulama Majalengka, Minta Kader NU Percaya Diri Jadi Capres
Keenam rekomendasi tersebut, pertama; Mengukuhkan kembali komitmen warga nahdliyin untuk menjadi garda terdepan menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan melestarikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Kedua, Mendukung kebijakan serta program pemerintah dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang dicita-cita para founding fathers bangsa Indonesia. Ijtima juga mengecam perilaku koruptif yang dilakukan oleh oknum penyelenggara negara termasuk terhadap isu dugaan korupsi yang dilakukan oleh unsur pajak.
Ketiga, Memberikan dukungan kepada tokoh-tokoh nahdliyin di semua tingkatan untuk mengisi jabatan strategis baik di lingkup legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Keempat, Mendukung calon presiden pada kontestasi Pilpres 2024 yang diusung oleh partai politik yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama sebagai representasi warga nahdliyin.
Kelima; Memperkuat program-program ekonomi keumatan dengan basis pondok pesantren dan masjid, termasuk mendorong program peingkatkan kesejahteraan guru madrasah dan guru ngaji.
Keenam; Meminta seluruh tokoh ataupun elite NU di semua tingkatan agar memiliki rasa percaya diri (self confidence) untuk ikut berkompetisi pada pesta demokrasi dengan dasar kecakapan layak dan patut (kompetensi) serta dukungan modal sosial yang besar untuk mengemban tanggung jawab baik sebagai pejabat publik maupun dalam struktur manajerial korporasi.