TRIBUNNEWS.COM, KONAWE UTARA – Alam lingkungan Desa Boedingi di Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, kini tengah terbalik-balik.
Ekses penambangan ore nikel di desa itu mengubah bentang alam yang tadinya hijau permai. Desa ini memiliki luas wilayah sepanjang 2,5 kilometer di pesisir pantai.
Jumlah penduduknya 66 kepala keluarga, tinggal di lebih kurang 100 rumah. Mayoritas penduduknya dari Suku Bajo.
Mereka bermukim di tepi laut Desa Boedingi. Tak ada yang tinggal di atas bukit. Ini ciri khas Suku Bajo yang identik dengan penangkap ikan di lautan.
Diapit sejumlah gugusan pulau, Desa Boedingi terletak tepat di belakang tempat wisata andalan Konawe Utara, Pulau Labengki.
Jika disandingkan, Labengki dan Boedingi bak bumi langit. Labengki indah eksotis panorama alam dan lautnya.
Sedangkan kini Desa Boedingi gersang, bukit-bukitnya dicukur alat berat. Pohon-pohon dulunya kokoh di bukit, kini bertumbangan karena harta karun ore nikel ada di bawah tanah desa itu.
Kekayaan sumber daya alam nikel ini yang mencapai ratusan hingga ribuan ton, menjadikan Boedingi, tak seperti Labengki.
Kondisi bawah laut Desa Boedingi tepat di dekat pelabuhan kayu warga pada akhir Februari 2023, terlihat sangat menyedihkan.
Jurnalis Tribun Sultra Tribun Network mengabadikan kondisi alam dan terumbu karang pesisir Boedingi, yang berselimut lumpur sedimentasi ore nikel di kedalaman 10 meter.
Tebal sedimen mencapai lebih dari satu meter. Kondisi air laut di pesisir desa itu kini berwarna cokelat kemerahan.
Habib Nadjar Buduha adalah pemerhati laut yang sejak 1999 fokus membawa misi keselamatan laut melalui Konservasi Kima Toli-toli Labengki.
Bersama jurnalis Tribun Sultra Tribun Network, Habib Nadjar turut menelusuri kondisi alam lingkungan terkini Desa Boedingi, yang ada di jantung tambang nikel itu.
Ia menyelam dari kedalaman 5 meter hingga 10 meter di tepi laut Desa Boedingi. Turun dari pelabuhan kayu tempat perahu nelayan bersandar.