News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tokoh Kalpataru 2023

Petronela Marauje, Perempuan Papua Pelestari Hutan Bakau dari Port Numbay

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri KLH Siti Nurbaya menyerahkan penghargaan Kalpataru kepada Petronela Marauje, perempuan Papua asal Port Numbay yang melestarikan keberadaan hutan bakau atau mangrove di pesisir Kota Jayapura.

TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA – Pemerintah Republik Indonesia mengganjar Petronela Marauje, perempuan asal Port Numbay Kota Jayapura, penghargaan Kalpataru 2023.

Lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Petronela Marauje dinilai punya kontribusi besar pelestarian alam lingkungan di pesisir Kota Jayapura.

Penghargaan diserahkan Menteri LHK Siti Nurbaya kepada Petronela Marauje di Manggala Wanabakti, Jakarta.

Penghargaan Kalpataru adalah apresiasi tertinggi kepada perorangan atau kelompok atas jasanya dalam melestarikan lingkungan hidup di Indonesia.

Kalpataru dalam bahasa Sansekerta berarti pohon kehidupan. Petronela Marauje sudah dikenal banyak kalangan di Papua sebagai aktivis perempuan dan aktivis lingkungan.

Petronela Marauje di Kampung Enggros yang terletak di pesisir Kota Jayapura, Papua.

Perempuan kelahiran Port Numbay itu terpilih sebagai penerima Kalpataru 2023 kategori pembina lingkungan.

Ia dinilai berjasa dalam menjaga dan melakukan perlindungan Hutan Perempuan (Tonotwiyat) serta Teluk Youtefa, Kota Jayapura.

"Saya sangat senang dan terharu bisa mendapatkan penghargaan Kalpataru, tetapi yang terpenting kerja saya selama 10 tahun terakhir bisa dilihat hutan mangrove di Kampung Enggros kembali rapat dan asri," kata Petronela Merauje kepada Tribun-Papua.com Tribun Network di Jayapura, Rabu (12/4/2023).

"Saat itu, mama masuknya di kategori pembina lingkungan karena mereka lihat mama sudah bentuk kelompok pembibitan mangrove sejak 2019 lalu dan ada kelompok lainnya yang mama bina untuk melakukan berbagai upaya positif," jelasnya.

Jika dirunut ke belakang, Mama Petronela, begitu ia biasa disapa, menyebutkan mulai fokus pada upaya penyelamatan ekosistem hutan mangrove sejak 2013, atau 10 tahun lalu.

"Saat itu saya melihat pembangunan semakin cepat, ekspansinya nyata, dan makin tahun berganti pembangunan yang berpotensi merusak itu nyaris kita tidak bisa hindarkan," bebernya.

Sehingga dari situlah, Petronela mulai berpikir tajam terkait keberlangsungan hutan mangrove yang masih menjadi sumber mata pencaharian penduduk setempat.

"Melalui kelompok-kelompok yang mama bina, terkait pembibitan mangrove, pemanfaatan mangrove menjadi sirup, ice cream, kopi, sabun dan daunnya bisa diolah menjadi hand sanityzer," kata Petronela.

Ia mengemukakan setiap ilmu yang didapatkannya dari berbagai pelatihan, selalu diterapkan ke Kampung Enggros dan mengajak orang lain untuk ikut bergabung bersamanya.

Mama Petronela Merauje masuk 50 besar Program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GNBBI) Kominfo RI setelah mendaftarkan produk handsanityzer berbahan dasar daun mangrove yang diramu dari tangan dinginnya.

Ada beberapa kelompok yang dibina oleh Petronela di antaranya Kelompok Perempuan Adat Peduli Mangrove, Kelompok Gereja Eden, dan lainnya.

"Setelah ikut pelatihan dari berbagai institusi, diajarkan banyak hal terkait pemanfaatan Mangrove baru saya sadar mangrove ini memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan," ujarnya.

Sebelumnya, Petronela hanya paham jika mangrove dapat berfungsi sebagai penahan laju abrasi pantai dan sebagai habitat kepiting bakau dan biota lainnya yang biasa menjadi sumber mata pencaharian.

"Tetapi dengan memanfaatkan mangrove untuk diolah menjadi bermacam-macam produk, sehingga bisa menjadi sumber mata pencaharian baru dan meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga," katanya.

Kemudian, selain menerapkan ilmu yang didapatkannya dari pelatihan kepada masyarakat di Kampung Enggros, Petronela juga melakukan edukasi terkait penanaman mangrove bagi kelompok PAUD.

"Melalui penanaman mangrove untuk anak-anak PAUD ini, mama ingin mengajarkan kepada mereka supaya bisa bertanggungjawab untuk diri sendiri dan kehidupan orang lainnya dengan cara menanam mangrove untuk menjaga kelestarian alam," jelasnya.

Tak hanya anak PAUD, ia juga memberikan edukasi terkait penanaman mangrove kepada anak-anak sekolah minggu di Kampung Enggros.

"Tak perlu harus banyak orang, lima sampai enam orang cukup berarti dan diharapkan melalui mereka bisa menjalar ke lainnya untuk ikut menanam mangrove," tandasnya.

Semangat yang dibangun Petronela bagi anak-anak Kampung Enggros ialah sebagai generasi muda, tentu tidak bisa mengharapkan orang lain dari luar untuk membantu.

"Karena kalau kita anak-anak kampung sendiri yang berperan jauh lebih baik, untuk menjaga tempat ini, orang lain cuma datang hanya untuk cari keuntungan tetapi tidak berpikir soal kelestarian," imbuhnya.

Petronela Marauje menunjukkan karya suvenir khas Papua yang diberi aksesori kreasi dia dan kelompoknya. Aksesori itu kebanyakan menggunakan bahan sampah atau daur ulang dan pernak-pernik yang ditemukan di sekitar lingkungan.

Mengubah Sampah Jadi Uang

Tak hanya pengembangan dan pelestarian hutan bakau, Petronela Meraujejuga sangat kreatif dan bertangan dingin.

Ibu rumah tangga ini mampu mengubah sampah menjadi kerajinan khas Papua bernilai jual tinggi.

Petronela berkisah, awalnya sekadar iseng memanfaatkan benda-benda bernilai kriya di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, di pesisir Pantai Ciberry, Distrik Jayapura Selatan.

"Awalnya hanya coba-coba membuat kerajinan gantungan dari buah pohon yang biasa jatuh di pantai," terang Petronella.

Berangkat dari situ, Petronela mulai membuat berbagai kerajinan, termasuk gantungan kunci.

Ibu enam anak ini mengaku bahwa keisengannya di bidang kerajinan tangan dimulai pada 2010.

Petronela kemudian bergabung di Komunitas Lindung Hutan Mangrove, di mana ia banyak terlibat dalam aktivitas daur ulang sampah.

Dari komunitas itulah, Petronella melihat dengan mata – kepalanya sendiri banyaknya sampah di dalam hutan mangrove.

Dari situ lahir motivasinya untuk membuat sesuatu bernilai jual dari bahan dasar sampah.

Kreasi awalnya adalah lampion, bunga hias, dan taplak meja dari sedotan bekas.

Kemudian, dikembangkannya lagi menggunakan kerang laut yang banyak ditemukan di bibir pantai.

“Dengan modal yang tidak begitu besar, saya mulai berpikir untuk mendatangkan uang dari kerajinan yang saya buat,” ujarnya.

Petronela sangat telaten dengan apa yang dikerjakan.

Dalam merintis usaha kerajinan lokal Papua, Petronela mengaku secara otodidak mengikuti tutorial dari Youtube, dan mencoba membuatnya.

“Saya rasa penasaran saja, terus coba lihat cara pembuatan kerajinan di Youtube, setelah itu baru mulai belajar,” ujarnya.

Melihat hasil menguntungkan dari usahanya itu, memotivasi Petronela untuk terus berinovasi.

Ia merambah kerajinan noken yang dipercantik dengan hiasan kerang maupun bahan sampah daur ulang.

Petronela mengisahkan, dengan momentum Pekan Olahraga Nasional (PON), ia memikirkan kreasi dengan ciri khas Papua.

Dengan demikian, dapat menjadi souvenir bagi para atlet, ofisial, maupun wisatawan yang berkunjung.

Akhirnya mahkota khas Papua berhias kerrang menjadi ikon kerajinan yang dipilih Petronela.(Tribunnews.com/TribunPapua/Gratianus Silas)

ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ; 

Baca Selanjutnya: Kisah petronela merauje tahun jaga hutan perempuan di papua hingga kreatif ubah sampah jadi uang

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini