TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengembangkan kasus dugaan suap dan gratifikasi proses dwelling time atau masa bongkar peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
Kasubdit V Tipikor, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Didik Sugiarto mengatakan penyidik telah meminta keterangan 32 saksi termasuk dua Direktur Jenderal dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
"Tersangka masih lima. Mengarah ke tersangka baru sudah ada, tetapi belum bisa kita buka, karena kita fokus pada orang-orang yang bermain suap," tutur Didik kepada wartawan, Minggu (23/8/2015).
Sampai saat ini baru satu perusahaan yang diduga melakukan suap saat dwelling time, namun menurut Didik, tidak menutup kemungkinan ada perusahaan lain melakukan hal serupa.
"Budaya suap lumrah terjadi dalam masa dwelling time. Rata-rata suap terjadi untuk memberikan kelancaran pada perusahaan yang bermain dalam kasus impor," katanya.
AKBP Didik Sugiarto menjelaskan suap diberikan untuk mempercepat proses bongkar muat barang-barang impor. Sebelum pembongkaran barang perusahaan melalui mekanisme rumit dan memakan waktu, suap untuk memangkas prosedur administrasi.
Didik melanjutkan, pemberian izin oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian mengharuskan perusahaan mematuhi aturan dan standar pemerintah.
"Berdalih syarat yang rumit demi mengerem derasnya arus impor ke Indonesia, ini menjadi celah para perusahaan nakal melakukan suap untuk disetujui mengimpor barang," katanya.
Lalu, celah batas kuota. Pembatasan kuota impor diatur di dalam Permen dan Undang-Undang. Hal itu dibuat berdalih mengerem angka impor dan meningkatkan kesempatan produk dalam negeri bersaing di pasar. Namun, di sini celah transaksi suap terjadi.