Tribunnews.com, Jakarta - Senin (21/9/2015) mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono dijadwalkan akan menjalani sidang pembacaan putusan.
Sidang terkait perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) proyek pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013.
Vonis untuknya direncanakan akan dibacakan oleh hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta sekitar pukul 10.00.
Udar didakwa merugikan negara Rp 63,9 miliar. Dalam sidang pembacaan tuntutan yang digelar pada pertengahan Juli lalu, Jaksa Penuntut Umum menuntut Udar dengan hukuman 19 tahun penjara. Ia diyakini melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri dan atau orang lain atau korporasi, selain TPPU dalam proyek pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013.
Selain itu, JPU menuntut Udar dengan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan. JPU menyebut Udar menerima uang suap atau gratifikasi selama menjabat sebagai Kadishub DKI mencapai Rp 6,519 miliar dari sejumlah pihak, termasuk perusahaan rekanan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Udar juga disebut menyamarkan aset yang dilakukan dengan antara lain membeli satu unit kondotel Sahid Degreen tipe A secara lunas pada Mei 2013, membeli satu unit apartemen Tower Montreal lantai sembilan, dan membeli satu unit cluster Kebayoran Essence Blok KE/E-06.
"Sedangkan hal-hal yang meringankan, tidak ada," kata Jaksa Victor Antonius ketika membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/7/2015).
Pembelaan Udar
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) pada awal bulan ini, Udar membantah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU dalam proyek pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013. Ia juga menyebut tuntutan 19 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar merupakan bentuk kesewenang-wenangan jaksa.
"Perkara (bus berkarat) ini menjadi bermasalah karena pembentukan opini negatif," kata Udar dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/9/2015).
Udar menilai kerjasama swakelola dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang jadi awal pengadaan bus sudah sesuai prosedur pengadaan barang/jasa yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Sementara mengenai sejumlah bus yang mengalami karat pada sejumlah komponennya, Udar mengaku sudah meminta vendor melakukan perbaikan bus pada masa jaminan sesuai kontrak perjanjian.
Minta asetnya dikembalikan
Pada kesempatan yang sama, Udar menyebut jaksa tidak pernah dapat membuktikan aliran dana yang diterimanya dari pengadaan bus tahun 2012 dan 2013. Menurut Udar, kebanyakan aset properti yang dimilikinya, seperti apartemen dan rumah merupakan warisan orang tua yang kemudian dimanfaatkan untuk sewa atau jual-beli. Karena itu, Udar meminta agar majelis hakim menerima pembelaannya dan memutuskan ia tidak terbukti, disertai pengembalian aset yang disita dan membuka blokir rekening bank atas namanya, Lieke Amalia, dan Aldi Pradana.
"Saya hampir 30 tahun mengabdi sebagai PNS, saya tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan melanggar hukum. Hal tersebut harusnya menjadi dasar sebagai hal meringankan," paparnya.
(Alsadad Rudi)