Untuk itu, Risani, berharap Pemkot Depok segera bertindak dengan memediasi warga dengan PT Megapolitan.
"Atau secara tegas bongkar saja tembok beton itu. Sebab PT Megapolitan sudah sewenang-wenang dalam hal ini dan tak melihat kondisi lingkungan di mana warga tinggal," kata Risani.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Megapolitan Developments, Abraham S Budiman mengatakan pihaknya akan menjelaskan mengenai hal ini setelah tim humas dan tim legal perusahaan menyiapkan semua berkas yang menunjukkan bahwa pihaknya pemilik hak atas lahan 10 hektar di sana.
"Mengenai pertanyaan anda, nanti akan diberikan jawaban oleh humas dan tim legal kami yang akan menghubungi anda," kata Abraham, kepada Warta Kota, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui puluhan warga di Kampung Kramat, RT 1/5, Limo, Depok terisolir selama sebulan lebih ini akibat tembok beton yang dibangun di jalan atau akses keluar masuk di wilayah mereka yakni di Jalan Pinang Dua Ujung, oleh PT Megapolitan Developments.
Selain terisolir warga mengaku juga kerap mendapat intimidasi oleh sekitar 30 orang yang setiap harinya menjaga tembok beton yang dibangun PT Megapolitan Developments tersebut, agar tidak dirusak warga.
Dibangunnya tembok beton hingga menutup Jalan Pinang Dua Ujung itu, karena PT Megapolitan Developments mengklaim tanah 10 hektar di sana adalah hak mereka sesuai surat pelepasan hak (SPH) tahun 1984.
Sementara 30 warga mengaku sebagai pemilik lahan 10 hektar di sana, dengan dasar yang jauh lebih kuat yakni sertifikat hak milik (SHM), akte jual beli (AJB) serta girik letter C.
Syamsudin, (70) pemilik salah satu lahan yang diklaim PT Megapolitan mengatakan pengakuan sepihak perusahaan properti itu sangat mengada-ada. Sebab kata dia lahan miliknya di sana seluas 3050 meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Bagaimana mungkin itu lahan mereka hanya berdasar SPH. Sebab dasar kepemilikan saya jauh lebih kuat yakni berdasar sertifikat hak milik," kata Syamsudin.(Budi Malau)