TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ada poin penting dari wawancara khusus Menpar Arief Yahya dengan jaringan televisi terbesar CCTV4, radio CRI (China Radio International), CNBN (China International Broadcasting National) di Gedung Sapta Pesona, Jalan Merdeka Barat, Jumat 26 Februari 2016.
“Kami mengundang investors yang tertarik untuk menanamkan modal di bidang pariwisata ke Indonesia,” jelas Arief Yahya di Jakarta.
Statemen itu muncul begitu Menpar Arief Yahya ditanya soal proyeksi 2 juta wisman asal Tiongkok di 2016 dan 20 juta wisman di 2019.
Di mana komposisinya, 50 persen dari jumlah 20 juta itu, berasal dari Negeri Tirai Bambu itu. Apakah proyeksi itu masih berlaku? Apa tidak direvisi? Karena pertumbuhan ekonomi di Tiongkok sendiri sedang mengalami tekanan besar saat ini?
“Tidak! Kami tetap optimis, sekalipun tertekan, pertumbuhan Tiongkok masih sangat tinggi,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, tahun 2014 saja, outbond Tiongkok yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri setiap tahun itu 100 juta orang. Angka itu naik di 2015, dan menjadi turis terbesar di dunia saat ini. Karena itu semua negara banyak melakukan promosi pariwisata ke Negeri Tembok Raksasa itu.
“Yang masuk ke Indonesia baru 1 persen, sekitar 1,2 juta orang, masih terlalu kecil size-nya dibandingkan dengan potensi yang dimiliki oleh China,” kata dia.
Sementara Thailand, sesama negarab ASEAN yang berada di sebelum utara Malaysia, sudah menembus 8 juta dari Tiongkok.
“Kita masih kalah jauh dari Thailand, kita harus belajar secara profesional dengan Thailand. Kita kalah secara jarak, kita kalah dari sisi aksesibilitas. jika naik pesawat dari China ke Thailand hanya butuh 2-3 jam saja, sedang ke Denpasar dan Jakarta. Direct flight pesawat China-Jakarta dan China-Denpasar itu hanya 40 persen, sisanya 60 persen masih transit ke Singapore dan Kuala Lumpur dulu sebelum terbenang ke Indonesia,” paparnya.
Singapore, Malaysia, Thailand, Hongkong itu rata-rata 80 persen direct flight. Hanya 20 persen saja yang masuk langsung. Akses itu penting sekali, dan menjadi salah satu 3A yang menjadi untuk paling fundamental dalam pariwisata.
“Ke-3A itu adalah atraksi, akses, dan amenitas. “Kini sedang terus kami lobi, untuk bisa menambah flight, baik regular flight, chartered flight, maupun charter regulary flight,” kata dia.
Bagaimana hubungan antara Indonesia dan China sejauh ini.
“Kerjasama yang terjalin selama ini sangat baik. Presiden China Xi Jinping sudah tiga kali ke Indonesia, bertemu dengan Presiden RI. Terakhir April 2015 hadir di puncak perayaan Konverensi Asia Afika di Bandung. Saat itu, Presiden Joko Widodo sudah meminta secara khusus agar targetb 20 juta wisman Indonesia itu, 50 persennya, atau 10 jutanya berasal dari Tiongkok. Dan Presiden Xi pun mengiyakan, dengan angka itu. Kami ini yang sedang berjuang untuk merealisasikannya,” kata Best CEO BUMN 2013 itu.
Menpar Arief Yahya pun menindaklanjuti pertemuan kedua pemimpin negara itu dengan bertemu Chairman CNTA-China National Tourism Administration atau Menpar Cina, Mr Li Jinzao. Tiga kali Arief berdialog khusus dengan Mr Li, di Baijing, Xian dan Kunming.
“Kami mendukung Silk Road atau Jalur Sutera-nya China. Mereka juga mensupport Jalur Laksamana Cheng-Ho yang dilauncing Indonesia,” tutur peraih Marketeer of The Year 2013 ini.
Jalur Cheng Ho itu melintasi Laut China Selatan dan masuk ke Aceh, Batam-Bintan, Bangka-Belitung, Palembang, Jakarta, Cirebon, Semarang, Tuban, Surabaya dan Bali.
“Jadi, kedua negara memang sudah memiliki historis panjang, ratusan bahkan jutaan tahun yang silam. Karena itu, banyak artefak dan peninggalan sejarah yang terkait hubungan dagang Indonesia-Tiongkok, karena itu silakan berinvestasi bidang pariwisata di Indonesia,” papar Arief Yahya.