"Beberapa bulan belakangan ini sempat ada vaksin kosong. Kalau pusat menyatakan kosong, saya bisa apa. Terakhir bulan Mei kemarin," kata Wakil Direktur Medik, Dian Ekawati, dalam kesempatan yang sama.
Manajemen RS Hermina Bekasi berharap pemerintah pusat maupun daerah dapat menyediakan kebutuhan vaksin tersebut.
Ia meyakini praktik-praktik pembuatan vaksin palsu tidak akan terjadi jika kebutuhannya terpenuhi.
"Kalau dari regulasi pemerintah mungkin mendirikan pabrik atau institusi dalam rangka menyediakan vaksin ini lebih baik, saya rasa celah-celah ini kecil, tertutup," ucap Syarifuddin.
Peredaran vaksin palsu, kata Eka, dapat menyebabkan terjadinya endemis kejadian luar biasa (KLB). Anak-anak tidak akan mendapatkan kekebalan tubuhnya karena kemungkinan vaksin yang disuntikan palsu.
"Kasihan kan anak-anak yang harusnya mendapatkan kekebalan, enggak terbentuk kekebalannya. Ini juga bisa jadi endemis KLB, harusnya kita sudah bebas polio, karena vaksinnya palsu, polionya jadi banyak. Bebas campak, karena vaksinnya palsu jadi banyak campak di mana-mana," tutur Eka.
Bantah botol vaksin berserakan
Syarifuddin menambahkan, terkait botol-botol vaksin yang berserakan ia membantah bila hal ini terjadi di rumah sakit Hermina.
Ia memastikan proses pembuangan botol vaksin atau medis di rumah sakit yang dikelolanya sudah berjalan dengan baik.
Dia menjelaskan, setelah vaksin itu digunakan, petugas kebersihan rumah sakit akan memasukannya ke dalam kantong warna kuning yang disimpan di ruang perawatan.
Setelah terkumpul cukup banyak, kata dia, sampah medis itu akan dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS) milik rumah sakit.
Kemudian, pihak ketiga yaitu PT Wastec International akan membawa sampah medis tersebut untuk dibakar di pabriknya yang berada di Tangerang, Banten.
"Jadi, tidak mungkin ada botol bekas yang tercecer apalagi dijual ke luar karena harus dimonitor secara ketat," ujar Syarifuddin.
Menurut dia, botol bekas vaksin merupakan sampah B3 yang artinya limbah berbahaya dan beracun.