TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana berpendapat sistem ganjil genap belum tepat untuk dilaksanakan dalam waktu dekat.
Ada beberapa faktor yang ia sebut membuat sistem ini sulit untuk diterapkan.
"Pertama karena pajak, pajak kendaraan itu kan bayarnya 100 persen. Kalau dengan ganjil genap, mereka hanya memperoleh hak setengahnya. Jangan sampai ada komplain soal ini," ujar Triwisaksana ketika dihubungi, Minggu (24/7/2016).
Hal kedua, kata Sani (sapaan Triwisaksana), pengawasan dalam sistem ganjil genap juga belum siap.
Sani masih mempertanyakan bagaimana polisi dan Dishub bisa memeriksa pelat nomor kendaraan satu per satu.
Dia khawatir sistem tersebut tidak berumur panjang karena pengawasannya sulit.
"Misalkan dulu ada aturan denda untuk motor yang menerobos busway, sekarang enggak jalan. Pengawasannya sering keteteran apalagi untuk ganjil genap. Pasti sangat sulit," ujar Sani.
Selain itu, sanksi bagi para penerobos juga belum pasti. Apakah didenda atau ditilang.
Sani mengatakan, jumlah kendaraan umum juga belum ditambah untuk mengantisipasi lonjakan penumpang karena sistem ganjil genap tersebut.
"Jangan sampai beralihnya hanya dari kendaraan pribadi ke ojek online karena harus diakui naik motor jauh lebih gampang daripada kendaraan umum," ujar Sani.
Sebelum ERP benar-benar diterapkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih dulu menerapkan sistem ganjil genap.
Sistem yang menggantikan "3 in1" ini mulai dilaksanakan pada 27 Juli 2016 mendatang.
Secara teknis, pembatasan kendaraan dengan sistem pelat nomor ganjil-genap akan dilakukan dengan hanya memperbolehkan kendaraan dengan pelat genap melintas pada tanggal genap.
Sebaliknya, kendaraan dengan pelat nomor ganjil hanya diperbolehkan melintas pada tanggal ganjil.
Penerapan kebijakan itu akan diberlakukan di empat ruas jalan, yakni Jalan MH Thamrin, Sudirman, Gatot Soebroto, dan Rasuna Said pada pukul 07.00-10.00 WIB dan pukul 16.00-20.00 WIB.