TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo menggalakkan gerakan anti pungutan liar (pungli) di berbagai lini.
Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) bahkan telah dibentuk.
Kali ini Kepolisian pun tak mau kalah berkait penegakan aturan antipungli.
Melalui rilis yang masuk ke redaksi Tribunnews.com, Senin (24/10/2016) reformasi penegakan hukum di jalan dimulai pada awal November.
Kepolisian Republik Indonesia mengawali reformasi penegakan hukum untuk pelanggaran lalu lintas, sebanyak 16 Polda dan 64 Polres seluruh Indonesia.
Saat ini telah memasuki tahap konsolidasi melalui pelatihan pada Selasa (25/10/2016).
Menyusul 16 Polda, kegiatan pelatihan ini pada akhirnya akan diikuti oleh Polda dan Polres seluruh Indonesia.
Demikian ditegaskan oleh Kabidbin Gakkum Korlantas Polri, Kombespol Dr Chryshnanda DL MSi, Minggu (23/10/2016).
16 Polda yang mengikuti pelatihan dan nantinya akan mengawali penggunaan tilang elektronik adalah Sumut, Metro Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Utara.
Dilakukannya reformasi penegakan hukum dengan bukti pelanggaran (tilang), menurut Chryshnanda, dilatarbelakangi banyak hal yang dirasakan menjadi potensi berbagai masalah antara lain; terjadinya pungli, perdebatan yang tak berujung dan saling merasa benar baik dari pelanggar ataupun penegak, penindakan secara manual tidak dapat menindak secara simultan.
“Ketika terjadi pelanggaran lalu lintas, ibaratnya satu ditindak seratus yang lepas atau lolos dari tindakan. Selain itu, sistem peradilan yang berlaku sekarang dirasakan panjang dan jauh dari kondisi yang diharapkan dalam penyelesainnya yakni cepat, aman, dan nyaman."
"Lha kondisi tidak nyaman ini menjadi sarang calo. Sementara itu, uang denda tilang belum secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai investasi road safety atau keselamatan di jalan,” ujar Chryshnanda.
Bahkan yang memprihatinkan, dijelaskan lebih lanjut oleh Kabidbin Gakkum Korlantas Polri itu, tindakan atas pelanggaran lalu lintas itu belum dapat memberi efek untuk pencegahan terjadinya kecelakaan maupun kemacetan, memberi perlindungan pengayoman kepada pengguna jalan lainnya secara optimal dan membangun kesadaran tertib berlalu-lintas.
Menurutnya, reformasi penegakan hukum atas pelanggaran lalu lintas dapat dilakukan denan mendorong masyarakat pengguna untuk membayar denda tilang dengan cepat dengan sistem apapun baik manual, online ataupun elektronik.
Di pihak lain, petugas polisi dalam melakukan penindakan akan meyiapkan tiga alternatif yakni secara manual, online dan elektronik.
“Sekalipun secara manual, polisi menindak dengan menulis pada lembar blanko tilang, menilai dengan membaca bar code / data-data yang ada pada dokumen pelanggar (KTP, SIM, STNK) dan mengirim info data ke bank, kejaksaan maupun pengadilan."
"Kedua hal ini diperkuat dengan penindakan dengan kamera digital untuk memantau pelanggaran kecepatan, parkir, main terobos traffic light dan sebagainya,” tambah Chryshnanda.
Diakui oleh Chryshnanda bahwa sistem elektronik akan memerlukan proses panjang karena keterkaitan dengan berbagai pihak.
Namun yang paling utama, reformasi penegakan hukum di jalan adalah dengan membantu masyarakat dapat membayar dengan mudah dan cepat tanpa melalui birokrasi yang bertele-tele.
Tanpa melalui birokrasi yang bertele-tele yang dimaksudkan oleh Chrysnanda adalah mereformasi proses penegakan hukum yang kurang manusiawi.
“Kalau tidak dilakukan sekarang kapan lagi ? kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melakukan ? Baik pengguna jalan ataupun penegak hukum di jalan harus bersama-sama menggelorakan dan mengimplementasikan E-tilang,” ujarnya Chryshnanda.
Tidak akan lama, dijelaskan lebih lanjut oleh Kabidbin Gakkum Korlantas Polri, dalam penegakkan hukum di jalan akan memberlakukan program ERI(electronic registration identification), demerit point system (sistem perpanjangan SIM), Program ERP (Electronic Road Pricing), E samsat (pembayaran pajak dengan sistem online), E parking, ETC (Electronic Toll Collect) dan ELE (electronic law enforcement).