TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus Jessica Kumala Wongso menyita perhatian publik. Tidak hanya di dalam negeri, sidang kasus ini diikuti media luar negeri.
Sejumlah televisi swasta nasional menyiarkan langsung sidang, termasuk Kompas TV.
Wartawan Kompas TV Fristian Griec yang telah meliput 32 kali jalannya persidangan memiliki sejumlah kisah menarik di balik persidangan yang tak banyak diketahui publik.
Berikut kisahnya yang diturunkan secara bersambung :
Ya, Jessica Kumala Wongso telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap sahabatnya sendiri Wayan Mirna Salihin dan diganjar 20 tahun penjara oleh majelis hakim.
Hari itu, 27 Oktober 2016, sekitar pukul 16:50 WIB, saat itu saya sempat membuka telepon genggam untuk melihat jam – menjadi detik-detik saat ketua majelis hakim Kisworo menyebutkan vonis 20 tahun penjara terhadap Jess. Saya, seperti pada puluhan persidangan sebelumnya, duduk di bangku pengunjung sidang yang paling depan hampir selurusan dengan kursi pesakitan.
Bedanya pada hari itu, saya harus berada dibelakang barisan polisi wanita yang ditugaskan mengamankan jalannya sidang. Sebanyak 500 personel kepolisian dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang terakhir itu. “Apa yang ada dalam pikiran Jess saat ini?, tanya saya dalam hati ketika itu.
Tulisan ini saya buka dengan kata “ya”. Artinya, apapun yang saya tuliskan disini tidak dalam konteks mempertanyakan apalagi berpendapat soal vonis hakim. Ya, Jessica telah divonis dan saat ini vonis tersebut belum bisa dikatakan sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) karena sesaat setelah vonis dibacakan, Jessica dan penasehat hukumnya yang dipimpin oleh Otto Hasibuan langsung menyatakan banding.
32 kali persidangan yang panjang bahkan beberapa kali berlangsung hingga dini hari dan kerap diwarnai perdebatan panas antara Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum Jessica, dan puluhan saksi maupun ahli yang dihadirkan ke muka persidangan.
Sebagai salah satu jurnalis yang ditugaskan oleh Kompas TV untuk “mengawal” kasus ini, kerap ada pertanyaan kepada saya dari kolega, keluarga, kenalan, pun penonton Kompas TV saat saya berada di mal, kedai kopi – dimanapun, kapanpun:
MENURUT FRISTIAN, JESSICA BERSALAH ATAU TIDAK?
Saya memilih menjawab dengan: senyuman. Itu “ruang objektif” saya sebagai jurnalis. Saya sadar betul tugas saya sebagai jurnalis adalah menyampaikan informasi secara objektif, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan karena “layar Kompas TV” menjadi taruhannya.
Kesadaran inilah yang membuat saya memutuskan untuk tak hanya menjadi jurnalis yang bertugas mewawancarai Jaksa Ardito Muwardi sebagai juru bicara tim JPU, pengacara Otto Hasibuan, ayah mendiang Mirna; Edi Darmawan Salihin, dan sejumlah nara sumber lain yang kerap dihadirkan oleh 3 stasiun televisi yang menyiarkan jalannya sidang kasus ini secara live termasuk Kompas TV.
Tapi lebih dari itu, siapa dan bagaimana sebenarnya Jessica Kumala Wongso? Saya justru mempertanyakan objektifitas saya sendiri ketika saya menyadari selama ini saya mendapatkan informasi soal Jess dari (cerita) “orang lain”.
>