Persaingan yang ketat itu, kata Tina membuat PSK online harus pandai memasang strategi.
Misalnya dengan memasang foto fulgar, termasuk menentukan tarif kencan kompetitif agar pelanggan tertarik membookingnya.
"Yang nggak laku-laku biasanya larinya ke tempat spa. Atau mereka cari rumah kos murah dan memberikan tarif murah untuk layani pelanggan," jelasnya.
Sementara itu, Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya sudah beberapa kali mengungkap kasus prostitusi online kelas kakap, yang melibatkan model, SPG, pramugari hingga artis.
Tarif untuk kencan bagi PSK papan atas ini, berkisar jutaan hingga ratusan juta rupiah.
PSK online papan atas ini dikendalikan oleh mucikari.
Tapi tampaknya pengungkapan itu belum begitu berpengaruh, khususnya bagi PSK yang beroperasi secara individu dengan tarif di bawah Rp1 juta.
Mereka masih terus berupaya mengais rezeki dengan 'berdagang' di dunia internet.
Perkembangan zaman
Pengamat Sosial dari Universitas Pancasila, Aully Grashinta mengatakan, tren prostitusi online saat ini merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari.
"Sebenarnya prostitusi itu usianya seumur dengan peradaban manusia. Polanya tetap sama, menjajankan layanan pemuas nafsu. Hanya saja cara berpromosinya mengikuti perkembangan jaman," katanya kepada Warta Kota, Selasa (22/11).
Sebelum era digital, para PSK beroperasi di lokasisasi, di panti-panti pijat layanan plus bahkan tidak sedikit yang mangkal di lokasi-lokasi tertentu.
Para PSK juga bekerja di bawah kendali mucikari atau germo.
"Melalui prostitusi online ini PSK dan pelanggan sama-sama diuntungkan. PSK tidak perlu berada di lokalisasi dan pelanggan bisa mencari dan booking dengan terlebih dulu memilih di media sosial."
"Sebenarnya demandnya sama saja, hanya penggunaan medsos membuat akses kepada PSK lebih mudah. Seringkali kita bahkan sudah tidak bisa membedakan mana yang profesinya PSK dan mana bukan ketika seseorang memajang foto vulgar di medsos," imbuh Aully. (Feryanto Hadi)