TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangkan penangkapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad al Khaththath oleh kepolisian.
Apalagi, Khaththath dijerat dengan pasal pemufakatan makar.
Fahri mengingatkan sejumlah aktivis yang ditangkap pada aksi 212 telah dilepaskan kepolisian.
Aktivis tersebut juga dijerat dengan pasal makar.
"Yang lain juga sudah dilepasin semua. Yang saya takut si Khaththath ini dipanggil cuma buat dimarah-marahin 'lu jangan gitu lagi, kita dimarahin sama bos nih'. Enggak boleh gitu," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (31/3/2017).
Fahri mengatakan pasal makar ini sudah tidak dipergunakan lagi.
Terlebih, penghinaan presiden saat merupakan delik aduan.
"Kalau presidennya ga ngadu, ya orang enggak bisa dipidana karena maki-maki presiden," kata Fahri.
Menurutnya, penangkapan kasus seperti ini tidak bisa serta merta terjadi.
Fahri mengatakan, harus ada bukti permulaan yang cukup, baru kemudian dilakukan pemanggilan untuk pemeriksaan.
"Jadi dipanggil dulu, panggilan pertama, nggak datang, terus pangilan kedua. Panggilan kedua, nggak datang, panggil ketiga, lalu panggil paksa. Panggil paksa nggak datang, baru bisa ditangkap. Tangkapnya juga harus membawa surat," kata Fahri.
Selain itu, Fahri mengarakan kritikan dalam alam demokrasi merupakan hal yang wajar.
Oleh karenanya, ia menyarankan supaya menebalkan kuping untuk mendengar kritik.
"Kalau anda nggak mau ribut-ribut, jangan demokrasi. Demokrasi memang negara ribut. Kalau negara senyap, negara otoriter, itu ada di Korea utara," kata Fahri.